Ilustrasi Desa. Foto: Wikimedia Commons

Bangun Desa dengan Ekonomi Syariah

 Wujudkan Indonesia yang bersistem ekonomi syariah melalui pemuda yang kembali ke desa

[alert variation=”alert-info”]Artikel kiriman Millaturrofi’ah dari UIN Walisongo, Semarang. Kirimkan juga artikel Anda ke editor@mysharing.co[/alert]

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Penggalan ayat Al-Quran di atas (QS. Al hasyr :7) adalah bagian kecil dari prinsip ekonomi Islam, yakni visi ekonomi syariah menganggap bahwa orang miskin bukanlah orang-orang malas. Mereka adalah kaum dhuafa yang tidak mendapat akses ke ranah kehidupan yang lebih baik.

Sistem ekonomi syariah tidak bertujuan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, sehingga modal materi terkumpul kepada segelintir orang saja. Ekonomi syariah mempunyai prinsip sinergi, tolong-menolong (ta’awun), dan kerjasama untuk maju bersama.

Dengan prinsip ini, sistem ekonomi syariah memungkinkan untuk dijadikan opsi sistem pemberdayaan masyarakat yang dapat menggerakkan sentra ekonomi lokal di setiap pelosok Indonesia.

Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya angka kemiskinan di Indonesia mencapai 17,92 juta orang. Dari sekian banyak itu didominasi oleh penduduk yang bertempat tinggal di desa[1].

Otonomi daerah merupakan keputusan politis yang menjadikan penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik-birokratis ke arah desentralistik-partisipatoris. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan Otda, yang meletakkan otonomi penuh, luas, dan bertanggung jawab pada daerah kabupaten dan kota.

Ekonomi Islam berprinsip tolong menolong (ta'awun) Click To Tweet

Di sisi lain, ekonomi Islam Indonesia yang dimotori oleh entitas perbankan syariah seperti menemukan momentumnya pasca terjadi krisis ekonomi 1998. Industri keuangan syariah mengalami percepatan pertumbuhan. Bahkan lembaga-lembaga keuangan syariah juga berkembang hingga ke daerah-daerah.

Dalam tulisan kali ini kiranya penulis ingin mengemukakan sebuah gagasan bagaimana bisa ekonomi Islam berkembang dan menyelesaikan permasalahn kursial ini. Perekonomian sebuah daerah tidak akan jauh dari sektor usaha yang berkembang dari daerah itu sendiri, baik dari sektor riil yang bergerak dalam bidang pertanian, industri maupun lainnya sesuai dengan sumber daya alam yang tersedia dalam daerah tersebut.

Dalam sebuah desa tak sedikit yang sumber daya alam nya telah memadai namun kualitas insaninya yang kurang professional dalam mengelola sumber daya alam tersebut. Dari data republika.com dikatakan bahwa 25% pelaku sektor riil di desa dalam usia produktif, lainya terhitung telah memasuki usia tidak produktif/senja.

Hai pemuda, mari bangun desa dengan ekonomi Islam! Click To Tweet

Maka dari itu diperlukan keterlibatan pemuda desa untuk ikut membangun desa melalui system ekonomi Islam. Para pemuda desa memiliki peran yang luar biasa dalam pembangunan ekonomi desa. Sehingga desa EMAS yang diharapkan dapat terwujud melalui peran pemuda di desa.

Sesungguhnya ditangan pemudalah segala urusan umat, dan di telapak tangannya hidup dan matinya umat” begitulah perkataan sahabat Ali bin Abu Thalib.

Dalam bahasan kali ini pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam hal menumbuhkan ekonomi perdesaan dengan prinsip syariah. Baik itu dari kalangan mahasiswa maupun pemuda yang telah berpendidikan tinggi pulang ke desa untuk membangun kembali desa. Dalam hal ini pemuda menjadi ” aktor” yakni sebagaimana mahasiswa menjadi pionir-pionir dalam praktik ekonomi syariah.

Misalnya pemuda membentuk sebuah lembaga yang bertransaksi secara syariah bisa berupa KJKS desa maupun sumber permodalan lainya, mengelola keuangan tanpa riba, mengembalikan bila meminjam barang, melakukan kegiatan sewa menyewa dengan benar, berbisnis sesuai syariah, dan memiliki kekuatan untuk mengajak yang lain berbisnis dengan transaksi syariah.

Kedua, menjadi “edukator” yakni mampu mengedukasi  masyarakat agar pemahamannya tentang ekonomi Islam bisa meningkat hingga praktik ekonomi Islam di tengah masyarakat juga semakin berkembang. Tapi harus disadari, untuk bisa menjadi pionir dan mengedukasi masyarakat tentu diperlukan kesediaan pemuda untuk terus menerus mengkaji ekonomi Islam.

Pemuda harus belajar ekonomi Islam sebelum mengedukasi masyarakat Click To Tweet

Ketiga, sebagai “akselerator” pemuda agar tidak cukup puas dengan menyadarkan masyarakat  berekonomi syariah tetapi juga terus mendorong pelaksanaan ekonomi syariah menyeluruh beserta nilai nilai Islam dalam kehidupan sebagai syarat wujud kemakmuran atas rahmat Allah.

Indonesia memiliki harapan yang sangat besar untuk menikmati kemapanannya di masa mendatang. Melalui perekonomian desa yang maksimal mengingat ¾ wilayah di Indonesia adalah wilayah pedesaan. Tentunya bukan hanya angan-angan melainkan dengan  wujud peran aktif masyarakat desa melalui sang aktor, eksekutor dan akselerator bagi desa itu sendiri yakni para pemuda Indonesia yang kembali membangun desa untuk kemakmuran.

Dari keberhasilan desa-desa kecil maka akan terbentuk desa mandiri dengan segala potensi. Terlebih jika sistem ekonomi syariah dimulai penerapannya melalui desa, maka dari situlah akan menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan negara ini tidak hanya menjadi pengikut saja, namun akan bersaing dengan negara tetangga yang lebih sejak dulu menggunakan sistem ekonomi syariah.

[1] http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/03/140327_bisnis_kemiskinan_profil diakses pada 17 Maret 2016 pukul 20.25 WIB