Mi Samyang Belum Miliki Sertifikasi Halal MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM untuk mecabut izin edar empat produk mi instan asal Korea.

MUI memberikan penghargaan dan apresiasi terhadap BPOM yang berhasil deteksi produk makanan yang positif mengandung Babi. Produk-produk tersebut berupa empat mi instan asal Korea.

Beberapa produk mi instan tersebut yakni Samyang dengan nama produk U-Dong, Nongshim dengan nama produk Shin Ramyun Black, Samyang dengan nama produk Mie Instan Rasa Kimchi, dan Ottogi dengan nama produk Yeul Ramen.

“MUI mendukung langkah-langkah BPOM meminta kepada importir untuk segera menarik kembali produknya dari pasaran melalui semua jajarannya terus melakukan inspeksi untuk memastikan produk mi ini tidak ada lagi di pasaran,” ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid  dalam rilisnya yang diterima MySharing, Senin malam (19/6)..

Zainut mengatakan, MUI juga mendukung langkah BPOM untuk segera mencabut izin edar empat produk mi instan asal Korea tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah bentuk perlindungan terhadap konsumen muslim yang memang dilarang mengonsumsi makanan yang mengandung unsur babi.

Zainut juga menegaskan, bahwa produk yang positif mengandung babi tersebut dipastikan belum mendapat sertifikasi halal dari MUI. MUI, kata dia, memastikan hal tersebut. “Produk mie instan dari Korea tersebut belum memiliki sertifikasi halal dari LPPOM-MUI,”  jelas Zainut

MUI Minta Aparat Usut Peredaran Mi Samyang

Dalam kasus mi Samyang  ini, MUI kata Zainut meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas peredaran mi mengandung unsur babi tersebut. Hal tersebut menurutnya, perlu dilakukan karena merupakan kejadian yang meresahkan masyarakat.

“Jika ditemukan ada unsur pelanggaran hukum maka harus dilakukan tindakan hukum kepada semua pihak yang bertanggung jawab,” ujar Zainut..

Zainut menuturkan, MUI meminta kepada masyarakat khususnya umat Islam untuk berhati-hati dalam membeli produk makanan olahan. Untuk membeli bahan olahan terutama yang berasal dari luar negeri, dia mengatakan, masyarakat harus tahu apa saja yang terkandung dalam bahan makanan olahan tersebut.

“Masyarakat harus cermat membaca ingredient atau daftar ramuan makanan yang tertulis di bungkus kemasan pada setiap produk makanan,” ujar Zainut.

Hal ini menurut Zainut, agar masyarakat bisa terhindar dari makanan-makanan yang terindikasi memiliki unsure yang dilarang oleh ajaran agama, terutama untuk kaum Muslimin.