miniatur moge
Himawan Suripto, pengusaha UKM miniatur moge di Surabaya. Foto: Hadinah Sistriani

Miniatur Moge dari Kaleng Bekas Rokok

Miniatur moge ini dihasilkan dari kaleng bekas rokok ini dijual antara Rp200-700 ribu per buah. Ini kisah kakek produktif di Surabaya yang di senja usianya, masih mampu memberi lapangan pekerjaan bagi pemuda di desanya.

miniatur moge
Himawan Suripto, pengusaha UKM miniatur moge di Surabaya. Foto: Hadinah Sistriani

Rezeki datangnya memang tak pernah diduga. Bisa dari mana saja, dan kapan saja. Tengok saja kisah dari Himawan Suripto ini. Dia baru tahu ‘kelincahan’ tangannya bisa mendulang rupiah hingga jutaan per bulan justru di usia paruh baya.

Sulap’ Barang Bekas Jadi Produk Berkelas
Berawal dari keisengan semata, pria kelahiran 56 tahun lalu itu merangkai kaleng-kaleng bekas rokok yang ada di sekitarnya menjadi sebuah miniatur motor gedhe (moge) Harley Davidson. Pertama-tama, dia merangkai kabel antena TV yang dililit dan dirangkai mirip rangka moge. Kemudian, dia mulai menggunting dan membentuk bagian-bagian seperti stang, sadel, knalpot dan tanki motor.

“Sampai sekarang, saya masih kesulitan membentuk tanki. Karena bahan kaleng rokok ini susah ditekuk. Kalau dipaksa, bisa penyok,” tutur pria yang akrab dipanggil Suripto ini.

Jadi, produk miniatur moge miliknya ini memiliki bentuk tanki agak lonjong dibanding bentuk tanki moge sebenarnya. Tapi hal ini tak menjadi masalah. Tetap saja karya seninya laris manis.

Ketika motor-motoran itu jadi, bukan hanya sang cucu yang suka, seseorang yang datang ke gerai handphonenya menyatakan ketertarikannya pada karya Suripto, dan berniat membeli barang ‘antik’ itu. Sekadar tahu, sebelum menekuni bisnis ini, Suripto memang membuka bisnis counter handphone di rumahnya.

“Saya sempat heran, kok benda seperti itu laku,” kata pria yang tinggal di kawasan Klampis Ngasem Surabaya ini kepada mysharing.

Sebetulnya, dia enggan melepas karya pertamanya itu. Selain karena benda tersebut memang diniatkan untuk mainan sang cucu, dia juga tidak bisa menentukan harganya. Namun, calon pembeli itu rupanya sudah kepincut dan terus mendesak agar Suripto ‘melepas’ benda tersebut kepadanya. Sebagai imbalan, Suripto diberi kompensasi Rp 100 ribu.

“Ya sudah saya terima. Saya kemudian membuatkan moge-mogean yang lain untuk cucu saya,” tuturnya berkisah.

Kali ini, dia sengaja membuat lebih dari satu ‘moge’. Dan ternyata pembeli mulai berdatangan melalui getok tular (cerita dari mulut ke mulut).  Pihak kelurahan kemudian mengajak pameran, lalu lambat laun juga ikut pameran industri kreatif yang digelar oleh Pemkot Surabaya,” paparnya.

Hebatnya lagi, meski Suripto hanya belajar membuat miniatur Harley secara otodidak namun miniatur yang dibuatnya nyaris sempurna menyerupai aslinya. “Jujur sampai sekarang saya tidak pernah tahu wujud motor Harley Davidson yang sesungguhnya. Waktu pertama kali membuat miniatur modalnya hanya lihat di teve-teve saja. Sampai akhirnya ada komunitas Harley yang tahu kalau saya pengrajin miniatur motor Harley, akhirnya diberi panduan untuk bentuk motor harley itu seperti apa,” tandasnya.
Dan sejak dua tahun lalu, setelah mendapatkan berbagai pelatihan dari Pemerintah kota Surabaya, dia serius menggeluti miniatur moge ini sebagai usahanya.

“Sejauh ini tidak kendala dalam hal pemasaran. Karena Pemkot memberikan fasilitas untuk membantu terutama dalam hal promosi,” kata pria yang mengaku mengawali bisnis ini dengan modal Rp 50 ribu.

Moge di Ruang Tamu
Produknya yang unik dan langka, membuat usaha Suripto selama ini berjalan lancar. Apalagi gerai produknya ada di mana-mana. Anda bisa menjumpai di etalase Dekranasda Pemkot, Royal Plaza, Mirota, dan Balai Pemuda Surabaya. Di rumahnya sendiri, Suripto tak lupa memasang beberapa karyanya dari berbagai desain dan warna. Moge-moge itu ditempel pada dinding ruang tamu. Sehingga setiap kali ada tamu yang berkunjung bisa langsung melihat ‘ruang pamer ‘ karyanya itu.

Untuk membuat satu unit ‘moge’, Suripto mengaku hanya membutuhkan waktu satu hari. Dalam hal ini dia hanya mengerjakan finishingnya. Sementara rangkaian sebelumnya dikerjakan oleh timnya yang terdiri dari lima orang yang sudah berusia lansia.

“Saya memang sengaja mempekerjakan orang-orang yang sudah lanjut usia. Usia mereka rata-rata  di atas 55 tahun. Biar mereka bisa produktif di usianya. Toh, pekerjaannya tidak rumit, hanya merangkai bagian-bagian dari moge. Misalnya, membuat knalpot, sadel atau tanki nya. Setelah dari mereka, baru bagian-bagian itu saya rangkai,” tuturnya.

Untuk mengerjakan sub-sub moge tersebut, para anggota timnya bisa membawa pulang Rp 1 juta per orang. Sementara Suripto sendiri dari hasil jualan miniatur moge, bisa meraup Rp 6 juta-Rp 7 juta per bulan.

Di bulan Ramadhan seperti sekarang, dia mengaku pesanannya berlipat. Apalagi khusus di bulan ini, dia sengaja memberikan program diskon demi menaikkan omzet. Dari berbagai desain dan bahan moge yang ada, moge yang paling digemari terbuat dari bahan kayu dan besi.

“Biasanya untuk membuat desain-desain baru saya mencari inspirasi dari internet. Yang pasti saya sengaja membuat moge tidak sesuai aslinya,” paparnya.

Berapa harga satu unit ‘moge’? Suripto bilang variatif tergantung dari bahan dan kerumitan desainnya. Namun dia memberi ancer-ancer harganya berada di kisaran Rp 200 ribu-Rp 700 ribu per unit.

Dia menambahkan, saat ini sudah banyak pesanan dari luar kota, bahkan luar negeri. Tak sedikit pejabat sekelas menteri atau pejabat lain di daerah yang sudah punya koleksi miniatur mogenya. Tak hanya itu, Suripto juga punya pembeli dari ‘luar’ seperti Belanda, Jerman dan Inggris.

miniatur moge
Miniatur moge dari kaleng bekas. Foto: Hardinah Sistriani

Jumlah Perajin Terbatas
Suripto mengungkapkan meski permintaan pasar miniatur moge ini  cukup tinggi, hingga kini produksi miniatur mogenya masih terbatas. Selama ini hanya dirinya yang mampu melakukan finishing untuk semua karya yang dia jual.

“Pesanan banyak, tapi saya sendiri tidak sanggup untuk memenuhi pesanan tersebut. Pengrajinnya terbatas, dan biasanya banyak yang kapok saat pengerjaan karena terluka karena gesekan dengan potongan seng kaleng bekas,” ujarnya.

Suripto mengatakan, jika tidak ada penerus untuk melakukan pekerjaannya tersebut, tentu saja usaha yang sudah berjalan lancar hingga saat ini akan berhenti di tengah jalan. Karena itu selepas Lebaran mendatang, dia dan sebuah organisasi kepemudaan sudah punya program untuk mengadakan pelatihan bagaimana membuat miniatur moge.

“Saya sangat senang kalau banyak generasi muda yang mau belajar bagaimana membuat barang kerajinan ini,” kata dia.

Dia menyayangkan hingga kini belum banyak orang yang bisa membuat miniatur moge. Dia berharap melalui program pelatihan nanti akan melahirkan perajin-perajin miniatur moge.

Tidak takut disaingi? “Sama sekali tidak. Saya malah senang kalau banyak perajin yang bisa membuat karya seperti punya saya. Saya sendiri sudah merasa cukup dari bisnis ini,” tegasnya.

Tak banyak perajin sekaligus pebisnis yang punya niat mulia seperti Suripto. Selain tak pelit ‘ilmu’, dia juga tak takut menghadapi persaingan. Rezeki masing-masing orang sudah ada yang mengatur. Dan Suripto sudah membuktikan hal itu!