Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis.

Pedoman Dakwah Penentu Arah Persatuan Umat

Dakwah yang efektif membutuhkan panduan sebagai penentu arah untuk mencapai tujuan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru saja mengesahkan dan menerbitkan pedoman dakwah untuk para pelaku dakwah di seluruh Indonesia.

Menurut Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Cholil Nafis, dakwah menjadi ujung tombak dari citra Islam. “Dakwah yang efektif membutuhkan panduan sebagai penentu arah untuk mencapai tujuan,” tegas Cholil kepada MySharing, di Jakarta, Selasa (12/9).

Menurutnya, Indonesia yang terdiri dari berbagai agama dan paham ke-Islaman dibutuhkan pedoman dakwah dalam mengayomi dan melindungi umat dari aqidah dan paham yang sesat (himayatul ummah). Pedoman dakwah juga berguna untuk membangun persatuan umat (tauhid umma).

Selain itu, juga untuk menyatukan kerangka pemahaman agama Ahlussunah wal jemaah (taswiyatul afkar), dan membangun sinergi gerakan (tansiqul harakah) dalam bingkai Islam wasathi. Maka, menurutnya, dalam rangka mengefektifkan peran dakwah sesuai dengan tujuan utamanya, MUI menganggap penetapan dan penerbitan pedoman dakwah untuk acuan para da’i sangat penting.

“Tujuan utama dakwah adalah mengajak masyarakat untuk bertauhid kepada Allah SWT, menjalankan syariah agama dan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat,” ungkap Cholil.

Dirinya menjelaskan, kerangka dakwah yang efektif harus meliputi kompetensi da’i, metode yang digunakan untuk mengajak umat dan media yang digunakan harus sesuai dengan dinamika masyarakat. Materinya pun harus sesuai dengan kebuhuhan umat (ma’du).

Pedoman dakwah yang disahkan MUI pada September 2017, memuat beberapa ketentuan. Pertama, menetapkan kriteria dan kompetensi pelaku dakwah. Kedua, menetapkan konten dakwah Islam yang berwawasan wasathiyah (moderat) dalam bingkai Ahlussunnah wal Jamaah. .

Ketiga, menetapkan model dan metode dakwah yang aktual, dinamis, dan bertanggungjawab. Adapun keempat adalah menetapkan adanya Dewan Etik Dakwah  Nasional, yang mengarahkan konten, dan mengawasi perilaku para da’i dan lembaga penyiaran dakwah. “Ini agar sesuai dan senafas dengan wawasan dakwah wasathiyah. baik di tingkat nasional maupun lokal,” pungkas Cholil.