prinsip dasar keuangan syariah
Prinsip Dasar Keuangan Syariah menurut Imam Sugema dari INDEF

Prinsip Dasar Keuangan Syariah

Prinsip dasar keuangan syariah tidaklah rumit untuk dipahami. Sebagai salah satu pilar dalam sistem ekonomi syariah, pakar ekonomi dari INDEF, Imam Sugema menjelaskan prinsip dasarnya.

prinsip dasar keuangan syariah
Imam Sugema (INDEF), Aries Nugroho (Ogilvy), dan Ahmad Nuryadi Asmawi (DPS PruSyariah) dalam Understanding Sharia (15/7). Foto: Prudential Indonesia

Ekonomi syariah sebagai salah satu sistem ekonomi yang dipakai di dunia ini, tidak terlepas dari sistem ekonomi mainstream, seperti kapitalisme. Mengejar keuntungan sebagaimana kuat dalam sistem ekonomi kapitalisme, juga sangat dianjurkan dalam ekonomi syariah, namun harus seimbang dengan kemanfaatannya, artinya sebisa mungkin tidak ada pihak yang dirugikan. Lebih lagi, kehalalan dan kebaikan (halalan thoyiban) dalam setiap aspek produksi, transaksi, dan konsumsi menjadi prasyarat dalam ekonomi syariah.

Sebagai bagian dari sistem ekonomi syariah, keuangan syariah mewarisi nilai-nilai ekonomi syariah. “Prinsip dasar keuangan syariah pada dasarnya sedikit”, kata Imam Sugema dalam Understanding Sharia yang diadakan Prudential Indonesia (15/7) di Hotel Four Season, Jakarta. Ekonom ini lalu menjelaskan, misalnya terkait dengan riba. Sebagaimana diketahui, keuangan syariah tidak mengenal riba, bahkan melarangnya. “Definisi riba, tambahan yang tidak ada fundamentalnya”, kata Imam memulai penjelasannya tentang prinsip dasar keuangan syariah.

Ia mengilustrasikan, jika nilai tambah dalam ekonomi wajarnya dikenakan atas produksi, riba tidak. Justeru riba ditambahkan atas sesuatu yang tidak fundamental, yaitu waktu. Semakin lama waktu ditunda, semakin bertambah riba. Misalnya ini diterapkan pada sistem pinjaman pada keuangan konvensional.

Prinsip lainnya adalah gharar, menurut Imam, “Adalah sesuatu yang sebenarnya bisa dibuat jelas tetapi malah dibuat tidak jelas”. Berbeda dengan judi yang sudah tidak jelas dari awalnya. Misalnya dalam konsep asuransi konvensional, gharar terjadi ketika risiko dipindahkan dari peserta ke perusahaan asuransi. Pun sebaliknya, ketika peserta membeli pertanggungan atas risiko. Risiko yang secara alami tidak dapat diprediksi dengan tepat alias mengandung ketidakpastian, kian dibuat tidak pasti dengan pemindahan risiko tersebut. Masing-masing pihak mendapat zero sum game. Ketika tidak terjadi risiko, kemanfaatan uang peserta yang digunakan untuk membeli risiko hilang. Sebaliknya, ketika terjadi risiko, risiko menjadi tanggungan perusahaan asuransi.

Padahal, bisa dibuat jelas, yaitu dengan skema hibah dalam dana tabarru. Tabarru yang dalam asuransi syariah adalah dana kumpulan yang kemanfaatannya dapat digunakan bersama. Yaitu, ketika terjadi risiko di antara para peserta. “Melalui akad hibah, orang secara sadar memberikan sebagian dananya untuk membantu orang lain”, kata Imam menjelaskan.

Prinsip Dasar Keuangan Syariah

Secara umum, prinsip dasar keuangan syariah memiliki seperti dijelaskan Imam Sugema. Untuk mudah memahaminya, cukup pahami dasar akad seperti bagi hasil, jual beli, sewa, kerjasama, penitipan, dan sebagainya. Imam menggambarkan prinsip dasar keuangan syariah sebagai berikut:

Keadilan

  1. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
  2. Tata hubungan sederajat (tidak ada pihak yang dirugikan)
  3. Menempatkan sesuatu pada tempatnya

Maslahah

  1. Orientasi pada kebutuhan masyarakat banyak
  2. Orientasi pemenuhan kebutuhan dasar bukan keinginan
  3. Investasi pada sektor halal
  4. Tidak merusak lingkungan

Zakat

  1. Social safety net
  2. Zakat bukan charity tetapi kewajiban
  3. Mendorong aset untuk diinvestasikan
  4. Upaya pengendalian harta masyarakat untuk investasi bukan distribusi

Bebas dari riba

  1. Masa depan tidak dapat dipastikan
  2. Menghindari adanya pihak yang tereksploitasi
  3. Pengoptimalan aliran investasi
  4. Maysir (bebas dari spekulasi)
  5. Meminalisasi tindakan spekulasi
  6. Mendorong investasi di sektor riil
  7. Mendorong masyarakat berperilaku untuk orientasi jangka panjang

Gharar

  1. Symmetric information
  2. Meminimalkan transaksi yang tidak transparan
  3. Mempromosikan transparansi pada setiap transaksi

Bathil (bebas dari hal yang tidak sah)

  1. Uang bukan untuk diperdagangkan
  2. Uang bernilai apabila diinvestasikan
  3. Pertumbuhan uang sejalan dengan sektor riil
  4. Tidak mengenal konsep “time value of money” tetapi “economic value of money”
prinsip dasar keuangan syariah
Prinsip Dasar Keuangan Syariah menurut Imam Sugema dari INDEF

Masa Depan Cerah Keuangan Syariah

Menurut Imam, masa depan keuangan syariah baik di Indonesia maupun dunia masih cerah. Khusus Indonesia, hal ini dapat ditinjau dari beberapa faktor penting, yaitu high growth high population ditambah low penetration low risk di pasar Muslim yang besar di Indonesia. Imam menyontohkan pertumbuhan perbankan syariah yang di kisaran 31% atau satu hingga 1,5 kali lipat pertumbuhan perbankan konvensional sepanjang sepuluh tahun terakhir.

Namun, jika bicara antara konsep dan aktualnya sistem keuangan syariah di Indonesia, Imam memberikan beberapa catatan. Dilihat dari sisi aktivitasnya, secara konsep keuangan syariah seperti rumus = perdagangan + produksi sektor riil, optimalnya zakat, bisnis berdasarkan saling percaya. Namun pada aktualnya, menurut Imam, zakat belum efektif dan bisnis berdasarkan kepercayaan mulai meluntur di Indonesia.

Di sisi mata uang misalnya, secara konsep uang mestinya digunakan sebagai alat tukar, berada di domain public goods, dan memiliki nilai intrinsik. Namun aktualnya, uang tidak memiliki nilai intrinsik alias fiat.

Misalnya lagi di sisi financial arrangements, secara konsep mestinya terjadi risk sharing dan profit and loss sharing. Namun aktualnya, masih ada risk transfer dan praktik murabahah serta ijarah yang dominan di perbankan syariah Indonesia.

Di sisi pemasaran produk syariah, Imam tidak menampik, hingga kini masih banyak anggapan di masyarakat bahwa keuangan syariah tidak berbeda dengan keuangan konvensional. Menurutnya, sebaiknya dibuat diferensiasi yang lebih kuat. “Sangat penting untuk mendiferensiasi antara asuransi syariah dan asuransi konvensional misalnya. Harus memperjelasnya dengan menggunakan bahasa Arabnya”, kata Imam. Sehingga prinsip dasar keuangan syariah dapat lebih mudah dikenali dan dipahami.

Asuransi Syariah Sebagai Hablum Minannas

Dewan Pengawas Syariah Unit Usaha Syariah Prudential Indonesia, Ahmad Nuryad Asmawi, menambahkan, berasuransi syariah sebenarnya menjalankan ajaran Islam yaitu khususnya hablum minannas, hubungan baik antarmanusia. Ahmadi mengutip pendapat ulama yang menurutnya cukup tepat untuk asuransi syariah. “Imam Ibnu Jauzi (w.597H/1116M) menegaskan tentang kadar pendapatan dan belanja: orang bijak sudah sepatutnya mengusahakan pendapatan yang lebih dari kebutuhannya, dan hendaklah ia menyimpan (sebagian pendapatannya) di mana jika terjadi sesuatu atas dirinya”, kata Ahmadi.

Understanding Sharia, diadakan oleh Prudential Indonesia dalam rangka membantu pemahaman ekonomi syariah di masyarakat, melalui awak media.