Setelah Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan masuk dalam jajaran kabinet sebagai Menteri Perdagangan pada pemerintahan Jokowi, secara politik langkahnya terkunci dalam menghadapi Pilpres 2024. Gelagat Zulkifli Hasan hendak merapat ke Anies Baswedan terlihat ketika dia melaksanakan Shalat Idul Fitri 1443 H bareng Gubernur DKI di Jakarta International Stadium (JIS) beberapa waktu lalu.
Makanya begitu pulang dari JIS, Zulhas segera ditemui Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno yang juga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di kediamannya di Cipinang Timur, Jakarta, Senin (2/5/2022). Narasi yang ditulis di akun Instragram Sandiaga Uno maupun penjelasan resmi pengurus PAN menyebutkan, pertemuan itu hanya silaturahim dalam rangka Lebaran. Tapi pendekatan dan loby Sandi terhadap Zulhas terus berlanjut. Beberapa hari sebelum reshuffle kabinet, Sandiaga sengaja membawa Zulhas ikut kunjungan ke Lampung melihat pembukaan World Surf League (WSL) Krui Pro 2022 atau kejuaraan selancar tingkat dunia.
Seperti diketahui, sebelumnya PAN berada di luar pemerintah, namun setelah partai ini pecah dengan Amien Rais yang kemudian mendirikan Partai Umat, akhirnya PAN berkongsi dengan rezim penguasa.
Walaupun PAN suaranya kecil tetapi parpol ini bisa menjadi penentu karena bisa melengkapi ketentuan Presidential Threshold 20%. “Jadi PAN harus dikunci dulu untuk mencegah munculnya tiga orang calon presiden pada Pilpres 2024,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf.
Berdasarkan analisa Gde Siriana, Jokowi belajar dari Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017. Waktu itu pilkada dilakukan dua putaran karena diikuti tiga pasang calon Gubernur DKI yakni pasangan Ahok-Djarot, Agus Harimurti (AHY) -Sylviana Murni dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Pada putaran pertama, pasangan AHY-Sylviana tersingkir. Kemudian pada putaran kedua, PAN yang semula mendukung AHY akhirnya bergabung dengan Partai Gerindra mendukung pasangan Anies-Sandi. Akhirnya Anies-Sandi bisa mengalahkan pasangan Ahok-Djarot yang didukung Presiden Jokowi dan konglomerat sembilan naga.
Nah, supaya Pilpres 2024 tidak seperti Pilkada DKI tahun 2017, rezim penguasa sekarang yang didukung oligarki akan berusaha dengan berbagai cara agar capres yang maju nanti hanya dua pasang. Desain politiknya nanti sama dengan proses politik pada Pilpres tahun 2014 dan 2019. Dengan dua pasang calon, rekayasa politik (busuk) bisa dilakukan dengan lebih sempurna ketimbang capresnya ada tiga pasang. Pada tahun 2019, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dikabarkan gagal maju sebagai capres ketiga. Menurut mantan wartawan yang juga orang dekat Amien Rais, waktu itu Gatot dibohongi oleh salah satu parpol besar yang hendak mencalonkanya sebagai capres ketiga. Namun, analisa lain menyebutkan parpol yang akan mencalonkan Gatot dibungkam oleh oligarki dengan mahar tinggi. Sehingga ketika itu hanya ada dua pasang capres yang maju yakni Jokowi-Makruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.
Perlawanan Rakyat
Reshuffle kabinet beberapa waktu lalu, sangat terkait dengan koalisi parpol untuk proses pencapresan tahun 2024. Oleh karena itu, Anies Baswedan akan terus dijegal dari berbagai sisi agar dia tidak maju sebagai capres. Berbagai rekayasa dan pembusukan akan dilakukan untuk menenggelamkan Gubernur DKI tersebut. Suka tidak suka, itulah wajah buruk politik Indonesia sekarang.
Saat ini jumlah parpol parlemen pendukung penguasa ada tujuh. Sedangkan dua parpol parlemen sisanya berada di luar pemerintah yakni PKS dan Partai Demokrat. Dengan begitu, peluang Anies Baswedan untuk mendapatkan tiket dari parpol agar bisa memenuhi ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold/PT) 20 persen semakin sulit. Sebab, kalau Anies Baswedan hanya didukung PKS dan Partai Demokrat, belum bisa memenuhi PT 20 persen. Berdasarkan hasil Pemilu Legislatif tahun 2019, PKS hanya memperoleh suara 8,21% sedangkan Partai Demokrat 7,77%. Sedangkan PAN memperoleh 6,84%. Namun, karena sekarang PAN sudah masuk kelompok parpol penguasa sehingga tidak mungkin lagi bisa merapat ke Anies Baswedan.
Melihat realitas politik seperti itu, pada akhirnya rakyat hanya menjadi penonton dalam Pilpres 2024 nanti. Sebab, semua capres sudah ditentukan dan direkayasa oleh para ketua umum parpol yang saat ini berkuasa. Sementara gugatan elemen masyarakat tentang PT 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK) selalu menemui jalan buntu. MK selalu menggagalkannya dengan dalih masyarakat yang menggugat PT 20 persen tidak memiliki legal standing. Beberapa tokoh yang telah mengajukan gugatan PT 20 persen ke MK, di antaranya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan Dr Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur. Ketentuan tentang ambang batas itu dinilai telah menghilangkan hak konstitusional setiap warga untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa.
Jika aspirasi dan suara rakyat dibendung dengan cara-cara licik, pada akhirnya akan memicu perlawanan dari rakyat sendiri. Kalau perlawanan itu sudah berlangsung massif dan menjalar ke berbagai daerah di Tanah Air, itulah yang disebut People Power. Sudah saatnya kedaulatan rakyat direbut kembali. **
*) Wartawan Senior FNN