BI: Rupiah Melemah, Hanya Periode Sementara

Ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang menguat, Indonesia pun tidak bisa mengindar hingga berdampak nilai tukar rupiah melemah. Namun Bank Indonesia (BI) mengingatkan bahwa kondisi ini hanya periode sementara.

rupiahdolar[1]Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Margowardojo mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, perlu kita pahami bersama adalah perkembangan di dunia yang paling menyolok. Yaitu kondisi di Amerika Serikat (AS), dimana Amerika akan ada kecenderungan bunga dinaikkan karena ekonominya membaik.

Sedangkan kedua, kata Agus, adalah kondisi di Thiongkok, dimana pertumbuhan ekonomi Thiongkok yang selama dua puluh tahun rata-rata di atas 10 persen. Pada tiga tahun terakhir ini turun menjadi 7,7 persen-7,4 persen, bahkan merayap ke titik 6,8 persen. ”Tahun depan Thiongkok bisa 6,3 persen,” kata Agus, dalam diskusi ekonomi di Jakarta, Selasa malam (25/8). Baca:Jaga Fluktuasi, BI Terapkan Kebijakan.

Menurut Agus, kondisi ekonomi tersebut menyebabkan harga-harga komoditi di dunia semuanya terkoreksi. Harga komoditi di dunia selama tiga tahun terakhir turun. Itu juga dibarengi dengan tekanan-tekanan lain, sehingga berdampak terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. ”Yang kita amati terakhir adalah Thiongkok ternyata mendevaluasi mata uang Yuan. Nah, ini berdampak pada rupiah,” tegasnya.

Lalu apa yang perlu Indonesia lakukan? Agus menegaskan, kita tidak bisa melihat rupiah saja, tapi juga harus membandingkan dengan mata uang negara lain. Paling tidak global dibandingkan dengan Brazil, Turki, Afrika Selatan dan India. Sedangkan regional dengan Malaysia, Thailand dan Filipina.

Sehingga nanti akan kelihatan dibagian tentang nilai tukar. ”Di sana terlihat bahwa Indonesia, rupiah tahun 2014, depresiasi cuma 1,9 persen. Tahun 2015 dari Januari-Agustus depresiasinya mungkin 12-13 persen,” kata Agus.

Namun demikian, tegas Agus, coba lihat bagaimana Brazil, tahun 2014 depresiasi 12 persen dan sekarang sudah 31 persen. Turki, tadinya 8 persen sekarang 20 persen, begitu pula dengan Afrika Selatan. Bahkan Malaysia tahun lalu 8 persen, sekarang 17 persen.

Jadi memang, kata Agus, ada periode dimana di dunia ada periode super dollar. Yaitu ekonomi Amerika sedang menguat, tingkat bunga cenderung meningkat dan ini berdampak pada dunia.

“Nah, Indonesia juga tidak bisa menghindar. Tetapi kalau Indonesia dibandingkan dengan Brazil, Turki dan Malaysia. Indonesia menguat, mereka melemah. Jadi, kami harapkan masyarakat harus tenang. Ini hanya periode sementara,” tukasnya.

Lebih lanjut ia menegaskan, kalau ada periode super dollar, itu responnya di dunia adalah pasar modal   di negara maju maupun berkembang semua jatuh. Tetapi kalau melihat pasar uang dan pasar obligasi di negara maju menguat, sedangkan di negara berkembang menurun.

Hal itu terjadi, menurutnya, karena memang ada saveting. Dimana orang-orang keluar dari pasar keuangan negara berkembang untuk masuk ke negara maju. “Tetapi dalam waktu singkat Amerika akan kelelahan terima uang,” ujarnya.

BI juga mendorong masyarakat untuk bertransaksi menggunakan rupiah. Tujuannya untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan stabilitas ekonomi nasional.“Kita harus menyakini bahwa rupiah itu berdaulat di negara Indonesia. Jadi kita harus cinta rupiah dan membangun kedaulatan rupiah,” pungkasnya. Baca: Pemerintah dan BI Terus Jaga Kestabilan Rupiah.