Gedung BMT BIna Ummat Sejahtera

BMT Bina Ummat Sejahtera : Potret Pengelolaan SDM Wahana Kebangkitan Ummat

[sc name="adsensepostbottom"]
Vernie Ismail
Oleh: Vernie Ismail
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas YARSI, Jakarta

Nun di Kabupaten Rembang Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Untung Surapati Lasem, berdiri kantor Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Bina Ummat Sejahtera atau yang di kalangan masyarakat Lasem dikenal sebagai “BMT BUS”. Selain sebagai kantor cabang utama, di lokasi ini berpusat pengelolaan 92 cabang BMT BUS dengan jumlah keseluruhan pengelola sebanyak 627 orang.

“Alhamdulillah, per tanggal 13 November 2013 ini, asset kami mencapai 413 milyar rupiah dengan target bisa menembus 500 milyar di akhir tahun 2013 ini,” ujar Ahmad Zuhri,General Manager BMT BUS. Suatu angka yang cukup fantastis untuk suatu lembaga keuangan mikro syariah, yang berdiri pada Tahun 1996 hanya dengan asset awal sebesar 2 juta rupiah.

Di lokasi yang sama, saat ini juga telah berdiri dengan megah Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) yang diperuntukkan bagi sumberdaya manusia (SDM) pengelola BMT BUS. Gedung Pusdiklat ini berdiri sebagai salah satu wujud pentingnya peran SDM sebagai garda terdepan BMT dalam berhadapan dengan anggota masyarakat.

Karenanya, SDM adalah asset pertama yang mendapat perhatian utama dari pengurus dan pengelola sebagai strategi menjalankan BMT . Maka inilah potret pengelolaan SDM pada BMT BUS, yang dikelola secara profesional dan berlandaskan pada Manajemen Qur’ani.

Dari Ummat untuk Ummat Sejahtera untuk Semua
Berdirinya Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau BMT Bina Ummat Sejahtera berawal dari keprihatinan dalam menatap realitas perekonomian kalangan grass roots atau masyarakat lapis bawah yang tidak kondusif dalam mengantisipasi perubahan masyarakat, baik dalam skala lokal maupun global. Adalah H. Abdullah Yazid, yang kala Tahun 1996 bertindak selaku Ketua Muhammadiyah Cabang Lasem, sebagai perintis berdirinya BMT BUS.

“Saya ingin BMT ini menjadi wilayah jihad, bukan hanya bisnis semata. Karenanya masalah yang kita tangani di tengah masyarakat harus selesai. Jadi teman-teman di BMT saya minta untuk menjual dirinya dan hartanya kepada Allah SWT. Persoalan kita mendapat gaji itu kan dampak dari usaha, tapi bukan gaji tujuannya, “ demikian prinsip Abdullah Yazid dalam membangun fondasi berdirinya BMT BUS kepada para pengelolanya.

Dikemukan pula bahwa secara ekonomi, saat ini Indonesia nyaris bukan negara yang berdaulat. Karena hampir semua sektor ekonomi dikuasai asing. Mulai dari pertambangan, perbankan sampai kebutuhan pangan nyaris sebagian besar impor. Artinya bangsa ini tidak punya kedaulatan ekonomi. Padahal, sebagai muslim seharusnya kita mempunyai tanggungjawab untuk memajukan perekonomian bangsa.

Ini terjadi karena adanya kesalahan yang memandang aktivitas muammalah (perekonomian) sebagai sesuatu yang bebas nilai. Padahal Syariat Islam menuntunkan bahwa semua aktivitas seorang muslim itu punya nilai. Amal ibadah itu bukan melulu ibadah individu, pun aktivitas ekonomi ada nilai ibadahnya. Nilai ta’awwun atau tolong menolong. Jadi harusnya seorang muslim dengan muslim yang lainnya harus berta’awwun dalam bidang ekonomi dan harus diprioritaskan dari masyarakat di lingkungan terdekat.