
Perencana keuangan Amanah Sharia, Shinta Rahmani, menegaskan bahwa setiap investasi selalu mengandung risiko, termasuk investasi emas. Karena itu, masyarakat juga harus cermat menghitung. Shinta menuturkan hendaknya jika seseorang mempertimbangkan berinvestasi dalam bentuk emas, individu tersebut sudah memiliki uang yang disisihkan. Bukan menggunakan dana gadai untuk membeli emas. “Gadai aslinya dipakai kalau untuk kebutuhan mendesak dan butuh likuiditas cepat tapi bukan investasi. Salah kaprah kalau gadai dipakai untuk alat membantu investasi emas jadi seperti ‘dipaksa’ membeli sesuatu yang memang belum mampu,” ujar Shinta.
Langkah investasi emas yang lebih sesuai, menurutnya, adalah jika memang individu telah memiliki uang yang disisihkan untuk membeli emas. “Saya sarankan harusnya punya uang sendiri dulu baru membeli sesuai yang dimiliki jadi gadai tidak menjadi alat investasi. Kalau masih ada sisa uang untuk beli emas ya diinvestasikan beli yang 5 gram emas saja dulu,” cetus Shinta. Ia pun menambahkan berinvestasi lewat cara mencicil emas sebenarnya sah-sah saja, tapi tetap ada risiko jika tidak sesuai dengan kemampuan finansial.
Sementara, Shinta menuturkan terkait emas dijadikan investasi pun hendaknya investor jangan mengaitkan emas dengan naik turunnya harga. “Jangan pola pikirnya dikaitkan dengan harga emas, jadi saat harga emas lagi menjanjikan langsung borong emas. Kalau begitu pola pikir seolah seperti berjudi,” tukas Shinta. Oleh karena itu, pola pikir harus diubah dengan tujuan investasi emas. Ia memberi contoh misalnya investasi emas untuk naik haji, maka investor akan mulai menabung emas untuk tujuan tersebut.
Jika seseorang ingin bergadai untuk kebutuhan mendesak, Shinta menyatakan agar sebelumnya individu tersebut melakukan ‘window shopping’ untuk membandingkan biaya sewa dan taksiran emas yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah. Jika masyarakat ingin berinvestasi emas pun dapat dilakukan dengan menyimpan emas tersebut sendiri, dengan demikian tidak perlu mengeluarkan biaya penyimpanan.

