Ketua Bidang Kebudayaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Ridwan menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dengan segala program kerjanya sedang menguji umat Islam agar akidahnya melemah. Presiden Joko Widodo juga dinilai kurang berpihak kepada umat Muslim.

Cholil mengatakan, kerukunan hidup beragama bisa tercermin dalam berbagai hal seperti berdagang. Namun tidak bisa merukunkan akidah. Ia pun berkelakar, negara Inggris saja tidak mampu merukunkan Katolik dan Protestan. Maka yang dirukunkan itu bukan agamanya, tapi pemeluk agamanya supaya toleransi. “Umat Muslim di Indonesia paling toleransi,” kata Cholil kepada MySharing, di kantor MUI Pusat Jakarta, Selasa (9/12).
Ia pun mencontohkan, seperti dalam pemerintahan jajaran menterinya beragama pemeluk agama, ada Islam, Budha, Hindu, Protestan dan Katolik. Di Amerika Serikat, katanya, tidak ada menteri beragama Islam. Di Bali, misalnya dari dulu sampai sekarang gubernurnya orang Hindu. “Kita tidak protes dan berusaha untuk menjadi gubernur di Bali. Tapi di Jakarta yang mayoritas umat Muslim sekarang gubernurnya non-Muslim,” ujarnya.
Ia menegaskan, secara politik mengangkat Ahok menjadi Gubernur Jakarta adalah hak pemerintah, tetapi secara etika berpolitik dalam rangka kerukunan umat beragama, berbangsa dan bhinneka tunggal ika. Seharusnya non-Muslim itu tidak berusaha untuk menjadi gubernur di daerah-daerah mayoritas Muslim, seperti di DKI Jakarta. Sehingga, umat Muslim tidak harus dipimpin oleh Non Muslim.
Di daerah mayoritas non-Muslim seperti di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kapuas. Gubernur non-Muslimnya yang memimpin provinsi tersebut. Di situlah umat Islam selalu taat pada konstitusi menjaga kerukunan umat beragama. “Tapi di Jakarta, mereka mengambil kesempatan,” tukas pemilik Pesantren Husnayain ini.
Menurut Cholil dengan mengangkat Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, sangat bermasalah. Karena Jokowi sebagai umat Islam, telah melukai hati umat Islam. Jokowi, kata dia, terkena hadist yang berbunyi : ‘Seorang Muslim terhadap Muslim yang lain itu selamat atas lidah dan tangannya.’
“Tindakan Jokowi dengan cepat melantik Ahok di Istana negara sangat melukai umat Islam. Di mana umat masih demo menolak Ahok, tahu-tahu dia melantiknya,” tegas Cholil. Ia kembali mengungkapkan, mestinya Jokowi tidak melanggar hadist itu, kalau memang betul-betul Muslim Mukmin sesuai ajaran Islam. “Sama sekali tidak ada sensibilitas keimanan Jokowi terhadap umat Islam. Dia harus minta maaf pada umat Islam dan bertobat kepada Allah SWT,” tukas pendiri Politik Islam (PPI).
Untuk itulah, tegas Cholil, apapun yang dilakukan Ahok untuk pembenahan DKI Jakarta, ia menolaknya. Karena, menurutnya tidak akan menenteramkan umat Islam malah sebaliknya merugikan. Lihat saja, lanjut Cholil, masih menjabat wakil gubernur DKI Jakarta saja, Ahok sudah berani membongkar masjid Amir Hamzah di Komplek Taman Ismail Marzuki dan masjid Baitul Arif di Jatinegara. Konon katanya, lahan bongkaran masjid itu akan dijadikan gedung fakultas Film IKJ, sedangkan yang di Jatinegara akan dijadikan pembangunan rumah susun (Rusun).
Lebih jauh ia menuturkan, mungkin secara konstitusi betul, tapi masjid itu sudah puluhan tahun dan tidak ada satu orang gubernur pun yang berani membongkar masjid itu. Sedangkan kesalahan Ahok lainnya adalah mengangkat Susan yang non-Muslim menjadi lurah di Lenteng Agung Jakarta Selatan. Padahal wilayah tersebut merupakan daerah hijau alias berpenduduk mayoritas Muslim.
Pada jaman penjajahan Belanda, lanjutnya, Belanda tidak berani mengangkat kepala desa di wilayah mayoritas Muslim. Dan tidak berani juga mengangkat orang Islam di daerah mayoritas non-Muslim. “Nah Ahok kan sudah uji coba dengan mengangkat Susan menjadi lurah Lenteng Agung. Saya orang Betawi 24 karat tidak rela dipimpin orang non-Muslim,” tegasnya.
Namun begitu, Cholil tidak menampik bahwa Jokowi dan Ahok menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta karena dipilih rakyat Jakarta yang mayoritas Muslim. Seolah-olah Muslim mau dipimpin Non Muslim. Namun tegasnya, Muslim itu minoritas yang mengerti politik, Muslim itu minoritas yang Islam Kaffah, dan yang mayoritas adalah Islam KTP. Tapi wacananya, kolom agama dalam KTP saja mau diapus, maka nanti Islam KTP pun nggak ada lagi. “Kalau Islam KTP saja diapus, bagaimana dengan Islam benaran,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, kalau wacana ini sukses, sepertinya umat Islam tidak boleh berada di jalur konstitusi. Padahal sekalipun Islam KTP, itu ada Muslim yang paling minimal dari sisi akidah, markarim dan ahlak yang mampuni. Cholil pun kembali pendapat, bahwa pada pemerintah Jokowi dan Ahok memang terlihat ada upaya, dengan traktik politik dan ekonomi untuk memojokkan umat Islam agar syariat dan akidahnya melemah. Ya begitulah salah satu efek jika membiarkan Muslim dipimpin Non Muslim, simpulnya.

