Ibarat dari utang ke utang, ia masuk ketika utang Garuda menggunung, saat keluar, Garuda banyak utang. Meski begitu, kisahnya memberi inspirasi turn over salah satu CEO terbaik di Indonesia.

Saat Menteri BUMN masih Dahlan Iskan, Sang Menteri mewanti-wanti soal utang Garuda pada September 2014, agar Garuda harus lebih menjaga rasio utang dan pendapatannya. Menurut Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (Garuda), hingga kuartal III/2014, Garuda memiliki utang valas sebesar USD 800 Juta atau Rp9,6 Triliun. Hingga akhir Juni 2014, total utang Garuda mencapai US$1,2 miliar dengan nilai ekuitas mencapai USD 1 miliar. Sehingga, katanya, DER perseroan mencapai 1,1 kali dengan utang jatuh tempo tahun ini mencapai USD 200 Juta-USD300 Juta. Rasio utang terhadap ekuitas/ debt to equity ratio (DER) Garuda tercatat mencapai 1,1 kali, dinilai sudah cukup kritis.
Pada November lalu, siaran pers Garuda , menyebutkan kerugian USD206,4 juta pada kuartal III-2014. Salah satu penyebabnya adalah depresiasi rupiah dan tingginya harga avtur. “Melambatnya pertumbuhan ekonomi global berpengaruh pada penurunan permintaan untuk rute-rute internasional,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dalam siaran pers tersebut (13/11).
Profit tertekan oleh kian kompetitifnya pasar penerbangan di Asia Pasifik, depresiasi rupiah, dan tingginya harga Avtur. Sebagaimana diketahui, biaya bahan bakar menjadi komponen biaya terbesar yang mencapai 40% dari seluruh biaya operasional.
Pun dengan investasi pengembangan armada dan anak perusahaan, Citilink, juga menekan kinerja perusahaan, selama periode dua tahun terakhir. Namun, Emir melanjutkan, investasi itu diperlukan guna memperkuat fondasi dan fundamental perusahaan untuk menghadapi kebijakan ASEAN Open Sky 2015.
Mengundurkan Diri Lebih Cepat
Nah, kabar pun menyeruak dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 11/12. Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, dan Perhubungan Kementerian Badan usaha Milik Negara (BUMN) Dwijanti Tjahjaningsih mengatakan Kementerian BUMN sudah menerima surat pengunduran diri Emirsyah pada, Kamis (11/12).
Alasannya, sebagaimana disampaikan Emirsyah kepada media, untuk memberi waktu lebih kepada tim manajemen baru, soalnya dia sendiri memang akan berkahir masa jabatannya pada Maret 2015. Dan sudah pasti tidak bisa diangkat lagi karena Emirsyah sudah dua kali periode menjadi orang nomor satu di maskapai plat merah tersebut. Kalau mundur pada Maret tahun depan, manajemen baru akan bekerja tanggung, harus bekerja lewat satu kuartal.
Persetujuan pengunduran diri Emirsyah masih diperlukan pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang akan digelar Jumat (12/12). Pun dengan pemilihan penggantinya. Baca juga: Era Baru Garuda, Arif Wibowo Gantikan Emirsyah Satar
Terbangkan Garuda
Jarang ada yang berani mengambil tantangan seperti yang dilakukan Emirsyah Satar. Ia menjadi Direktur Keuangan pada 1998, saat itu utang Garuda mencapai USD 1,8 Miliar sebagai imbas krisis. Setelah sempat berlabuh sebentar ke PT Bank Danamon Tbk (2003-2005), Emirsyah kembali ke Garuda pada 2005. Saat itu utang Garuda lumayan terpangkas menjadi hanya USD850 Juta.
Namun tetap saja, pada 2005, perusahaan itungannya masih terperosok sejak krisis 1998. Ia mengisahkan dalam bukunya “From One Dollar To Billion Dollar Company”, untuk operasional saja, Garuda tak sanggup membiayai saat itu. Utang Garuda tak kurang hingga USD 1,81 Miliar, terbagi atas on-balance sheet sebesar USD 779,3 Juta dan off balance yaitu untuk biaya leasing pesawat A-330 dan B-737, sebesar US$1,03 miliar.
Di kas, Garuda hanya punya USD 20 Juta, itupun tak cukup untuk membiayai operasional perusahaan yang mencapai USD 60 Juta.
Turn over dilakukannya, dimulai dengan bertahap merombak manajemen dan operasional dalam kerangka transformasi yang bervisi kuat, bertahap, dan terukur. Alhasil, dalam enam tahun, ia berhasil membawa Garuda go public pada 2011 dengan nilai USD 1,8 miliar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berlipat-lipat dari nilainya pada 1998 yaitu USD 1. Itulah mengapa bukunya yang mengisahkan proses transformasi itu diberi judul: “From One Dollar to Billion Dollars Company”, membawa era baru bagi Garuda.
Orang Bank di Industri Penerbangan
Semua orang tahu Emirsyah bukanlah orang dunia penerbangan, ia bankir sebelumnya. Ia telah bekerja sejak masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Pada 1983, Emirsyah bekerja sebagai auditor di kantor akuntan publik (KAP) PriceWaterhouse Coopers pada, lalu pada 1985, ia baru lulus dari FEUI.
Berbekal pengalaman akuntan dan gelar sarjana, Emir pindah kapal ke Citibank, sebagai Assistant of Vice President of Corporate Banking Group Citibank pada 1985.Pada 2003-2005 Emirsyah menjadi Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk.
Dari antara catatan keberhasilannya membawa Garuda adalah, ganjaran dari Skytrax tahun ini, menempatkan Garuda Indonesia di posisi tujuh dalam 10 besar maskapai terbaik di dunia. Kegemilangan Emirsyah juga diakui di kancah internasional, di antaranya Asia Pacific Entrepreneurship Award 2014, dengan kategori “Outstanding Entrepreneurship”.

