Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghimbau umat Islam tetap mengutamakan teloransi dalam menyikapi perbedaan pandangan terkait penetapan awal bulan Ramadhan.

Wakil Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin menyatakan, dalam penentuan awal bulan Ramadhan, ormas Islam selain Muhammadiyah sudah menemukan titik persamaan. Bahkan pemerintah melalui Kementerian Agama akan melakukan sidang itsbat pada Juni 2015 mendatang dengan pertimbangan posisi hilal. Sidang itu akan mengundang tokoh-tokoh agama dari seluruh ormas Islam dan tokoh ulama.
Dalam sidang itsbat, kata Ma’ruf, pemerintah menggunakan metode imkanur rukyat yang mensyaratkan posisi hilal minimal dua derajat. Sedangkan Muhammadiyah, menggunakan metode wujudul hilal. ”Artinya, meskipun hilal hanya setengah derajat di atas ufuk, Muhammadiyah berpendapat posisi itu sudah menunjukkan bulan baru,” kata Ma’ruf kepada MySharing, saat ditemui di kantor MUI Pusat Jakarta, Selasa (26/5).
Ia menuturkan, memang sebelumnya ada perbedaan pendapat antar ormas Islam. Yakni, ada yang berpendapat harus dengan melihat secara langsung atau rukyat bil fi’li, tapi sekarang hanya dengan melihat tingginya saja atau yang disebut imkanur rukyat.
Kembali ia menjelaskan, kalau sudah memungkinkan, yaitu di atas minimal dua derajat, artinya sudah masuk bulan baru. ”Melihat bulan atau tidak, itu pelengkap saja. Kecuali Muhammadiyah karena masih dengan wujudul hilal,” ujarnya.
Menurutnya, jika posisi hilal di atas minimal dua derajat, akan terjadi kesamaan penetapan awal bulan Ramadhan. Namun, jika hilal di bawah dua derajat, pasti akan muncul perbedaan. Posisi hilal itu lantas disebut posisi hilal kritis. Karena yang satu minimal harus dua derajat, sedangkan menurut Muhammadiyah setengah derajat pun sudah masuk bulan baru.
Namun demikian, kata Ma’ruf, hal yang paling dimungkinkan untuk mereduksi perbedaan adalah penemuan alat atau teleskop yang bisa melihat hilal walaupun posisinya hanya di atas setengah derajat. ” Saya kira teknologi yang bisa menyelesaikan perbedaan ini. Sayangnya hingga saat ini alat itu belum ada, padahal sangat dibutuhkan untuk menemukan titik temu menyatukan pendapat,” ujarnya.
Ma’ruf mengakui bahwa sebetulnya semua pihak menginginkan menyatukan perbedaan pendapat terkait penetapan awal masuk bulan Ramadhan. Namun sayangnya hingga saat ini belum ditemukan titi temu untuk menyatukan pandangan itu, temasuk adanya alat teknologi. ”Cara kita menyikapinya ya legowo atau teloransi. Ini suatu kemajuan sebelum bisa disatukan. Kalau bisa disatukan lebih bagus lagi,” tegasnya.
Sebelumnya, Muhammadiyah secara resmi telah menetapkan awal Ramadhan tahun ini pada hari Kamis, 18 Juni 2015. Muhammadiyah juga menetapkan tanggal 1 Syawal 1436 Hijriah, yang jatuh pada hari Jumat, tanggal 17 Juli 2015. Muhammadiyah memastikan bulan Ramadhan tahun ini berlangsung selama 29 hari.

