Komponen yang dinilai mencakup regulasi hingga dampak zakat kepada mustahik.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) baru saja meluncurkan Indeks Zakat Nasional hari ini, Selasa (13/12). Direktur Pusat Kajian Strategis Baznas Irfan Syauqi Beik menuturkan, Indeks Zakat Nasional pun harus memenuhi sejumlah prinsip, sehingga indeks ini menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Prinsip yang diusung adalah SMART, yaitu spesifik, measurable, applicable, reliable dan timely.
“Indeks ini harus spesifik dan dapat diukur dengan memilah ide mana yang bisa diukur dan tidak, kita bisa mengukur mustahik miskin spiritual atau tidak misalnya dari perilaku berbagi. Lalu, applicable apakah bisa diaplikasikan atau tidak, reliable apakah variabel dapat dipercaya kalau dijadikan alat ukur, dan timely bisa diukur secara berkala sehingga bisa dianalisis lebih mendalam,” ujarnya dalam Diseminasi Publik Indeks Zakat Nasional, Selasa (13/12).
Wakil Direktur Riset dan Kajian Puskas Baznas Mohamad Soleh Nurzaman memaparkan, dalam komponen Indeks Zakat Nasional terbagi menjadi dua, yaitu makro dan mikro. Pada komponen makro, ada tiga hal yang dilihat yaitu regulasi, dukungan anggaran pemerintah, dan database secara nasional yang mencakup lembaga zakat resmi, mustahik dan muzakki.
“Untuk database lembaga zakat, mustahik dan muzakki terdiri dari tiga dimensi yaitu jumlah lembaga zakat resmi, mustahik dan muzakki, rasio jumlah muzakki individu terhadap jumlah rumah tangga nasional, dan rasio jumlah muzakki badan terhadap jumlah badan usaha nasional. “Kami ingin melihat bagaimana pergerakan muzakki baik individu maupun lembaga usaha sehingga bisa dilihat muzaki semakin meningkat, atau sebaliknya,” ujarnya.
Sedangkan, komponen mikro terdiri dari kelembagaan dan dampak zakat. Untuk kelembagaan akan dihitung mulai penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dan pelaporan zakat. “Untuk dampak zakat ini ada tiga variabel yang dilihat yaitu material dan spiritual, pendidikan dan kesehatan, serta kemandirian,” jelas Soleh.
Sementara, Irfan menambahkan, penilaian skoring dimensi makro akan memiliki bobot sebesar 40 persen dan dimensi mikro sebesar 60 persen. “Bobot dimensi mikro lebih besar karena sebelum ada UU Zakat, lembaga zakat seperti Dompet Dhuafa pun sudah banyak yang jalan. Jadi yang menentukan keberlanjutan lembaga zakat adalah kalau pengelolaannya dan aspek kelembagaannya baik, dan dampak dari programnya terlihat, karena itu bobot dimensi mikro lebih besar,” paparnya.
Mulai akhir 2016 sampai 2017, penghitungan Indeks Zakat Nasional akan dilakukan oleh Puskas Baznas. Namun, pada 2018 ditargetkan seluruh lembaga zakat dapat melakukan penilaian masing-masing secara mandiri. “Nanti akan ada instrumen yang sederhana sehingga pada 2018 lembaga zakat bisa meng-input data secara mandiri,” pungkas Irfan.