Di tengah bergejolaknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah langkah untuk menurunkan level current account deficit (defisit neraca transaksi berjalan).
Menteri Keuangan RI, Bambang PS Brodjonegoro, mengatakan cara tidak langsung untuk penguatan nilai tukar rupiah adalah dengan membereskan defisit neraca transaksi berjalan. “Kalau dibanding negara lain khususnya emerging market yang dalam kondisi kemarin ada pelemahan mata uang, yang mengalami pelemahan lebih kecil dari rupiah itu adalah negara yang defisit neraca transaksi berjalannya lebih kecil atau dalam tren menurun. Jadi secara tidak langsung kita harus bereskan defisit neraca transaksi berjalan, melakukan kebijakan mengurangi defisit neraca transaksi berjalan tanpa mengganggu anggaran infrastruktur,” papar Bambang, dalam Konferensi Pers Perkembangan Kondisi Ekonomi Terkini bersama Kementerian Keuangan, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan, Selasa (10/3).
Ia menambahkan ada beberapa kebijakan yang akan dikeluarkan. Pertama, pihaknya akan mengeluarkan peraturan menteri keuangan yang memungkinkan dikenakannya bea masuk anti dumping sementara dan bea masuk pengamanan sementara. “Jika ada indikasi dumping atau impor berlebih, maka bisa dilakukan bea masuk anti dumping sementara. Dengan bea masuk itu arus impor bisa dikendalikan,” ujar Bambang.
Bambang menjelaskan anti dumping tidak semata berlaku pada jumlah impor besar. “Kalau produk yang diimpor jumlahnya besar dan ternyata barang tersebut juga diproduksi di Indonesia, lalu perusahaan buat dumping maka impor jadi lebih murah dan harga domestik akan terkena. Oleh karena itu dikenakan bea masuk, sehingga impor berkurang dan industri dalam negeri terproteksi. Jadi ini unsur proteksi dalam kebijakan dumping,” papar Bambang. Baca Juga: Pentingnya Sertifikasi Halal Produk Ekspor
Selain itu, lanjut Bambang, langkah lainnya untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan adalah dengan merevisi Peraturan Pemerintah No 52 tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau daerah-daerah tertentu yang akan diselesaikan akhir bulan ini. Salah satu komponen dalam revisi peraturan tersebut adalah mengenai tax allowance (pengurangan pajak penghasilan perusahaan netto) bagi perusahaan yang 30 persen produksinya berorientasi ekspor. “Harapannya perusahaan-perusahaan bisa lebih gigih untuk keluar (melakukan ekspor),” imbuh Bambang. Komponen lainnya dalam revisi PP No 52 tahun 2011 adalah tax allowance bagi perusahaan yang melakukan reinvestasi di dalam negeri.
Di sisi lain, tambah Bambang, pihaknya bersama asosiasi pelayaran juga ingin mengatasi defisit di industri pelayaran. Menurutnya, selama ini yang menguasai pelayaran dalam negeri adalah perusahaan asing. “Setelah kita lihat sebabnya ternyata masalah pajak, karena perusahaan domestik kena pajak, sedangkan perusahaan asing tidak bayar pajak. Ini unfair competition. Karena itu, kami bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan ingin mendesain kebijakan pajak netral jadi tingkat persaingan domestik dan asing sama,” jelas Bambang. Baca: Ini Kata BI Soal Melemahnya Nilai Tukar Mata Uang Dunia!
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, memprediksi defisit neraca transaksi berjalan bisa dikendalikan di level tiga persen. “Level current account deficit tahun ini dan tahun depan masih oke karena masih baik. Kalau dulu consumption driven sekarang lebih ke capital expenditure driven yang akan membuat pertumbuhan ekonomi ke depan lebih baik,” ujar Perry. Pada 2013 current account deficit Indonesia tercatat sebesar 3,3 persen dan pada tahun lalu menurun menjadi tiga persen.