Pemerintah diwakili Kementerian Agama dan DPR RI, khususnya Komisi VIII, terus mematangkan Rancangan Undang-undang Pengelolaan Keuangan Haji (RUU PKH). Targetnya, RUU tentang dana haji ini sudah disahkan sebelum masa bakti anggota DPR periode 2009-2014 berakhir pada Oktober mendatang.

Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin berharap RUU Pengelolaan Keuangan Dana Ibadah Haji, segera disahkan bulan September ini. UU ini sebuah cara untuk mengakomodasi tuntutan masyarakat yang ingin memisahkan antara penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan haji. Yang keduanya menjadi satu di tangan Direktorat Jenderal Penyenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Baca juga: Tata Kelola Dana Haji, Diperlukan SDM Kuntansi dan Keuangan.
Lukman menambahkan, setelah RUU PKH tersebut disyahkan, penyelenggaraan haji tetap dari kementerian agama, tetapi pengelolaan keuangan hajinya terpisah dari kementerian agama. Kemenang akan membentuk badan khusus yang akan menampung dana setoran jamaah haji yang jumlahnya puluhan triliunan rupiah. Badan khusus ini juga bisa menginvestasikan dana yang terhimpun dari setoran awal para jamaah haji, sehingga nilai manfaat dana ini bisa lebih besar dan dirasakan langsung oleh jamaah haji.
“Badan independen ini akan menampung setoran dana ibadah haji dari semua jamaah haji. Seluruh bentuk investasi yang nantinya akan dikelola oleh badan independen wajib menggunakan prinsip-prinsip syariah,” kata Lukman saat ditemui pada pembukaan Rakernas Baznas di Jakarta, belum lama ini.
Lukman menambahkan, lembaga independen dari keuangan haji ini, tugasnya bertanggungjawab perihal pengelolaan dana umat, termasuk juga menginvestasikan dana dalam berbagai bentuk. Akan tetapi tetap harus berpedoman pada prinsip syariah. “Investasi tersebut harus secara prudent, penuh kehati-hatian, transparan dan akuntabilitas. Terserah bekerjasama dengan bank syariah atau tidak, namun tetap wajib tidak boleh menyimpang dari prinsip syariah,” tegasnya.
Lukman menjamin badan khusus tersebut akan transparan dan akuntabel dalam pengelolaan dana umat yang nilainya mencapai triliunan rupiah tersebut. Badan khusus ini terdiri dari badan pelaksana dan badan pengawas dengan anggota kalangan professional. Dan meskipun badan khusus ini mengelola dana dari masyarakat, namun pengelolaan atau investasi dana haji tersebut harus mengikuti ketentuan formal, termasuk audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, mengatakan setoran calon jamaah haji di Malaysia dijadikan saham perusahaan yang mendukung penyelenggaraan haji. Dengan begitu, calon jamaah haji di negeri Jiran juga berinvestasi untuk pengembangan bisnis negara. Sedangkan setoran yang dilakukan calon jamaah haji di Indonesia tidak seperti di Malaysia, malah sebaliknya setoran tersebut dimanfaatkan oleh kementerian agama. “Di Malaysia tambah untung, tunggu lama duitnya muter ke calon jemaah. Kalau di Indonesia dimakan orang kemenang,” ujar Ade.
Ade menjelaskan saham yang dipergunakan untuk bisnis-bisnis di Malaysia berpotensi terus berkembang, dalam hal ini bisnis kelapa sawit. Dalam artian pendaftaraan calon jamaah haji dianggap saham, digunakan untuk bisnis kelapa sawit. Sedangkan di Indonesia menggunakan setoran jamaah haji sebagai sukuk obligasi (surat utang) negara. Untuk bisa merubah setoran jamaah, pemerintah harus merevisi UU Kementerian Agama, namun hingga saat ini belum terealisasi.

