Untuk menyakinkan fluktuasi rupiah tetap terjaga, Bank Indonesia (BI) menerapkan beberapa kebijakan. Salah satunya makro prudential.

Agus menyampaikan, kebijakan pertama adalah BI akan mengeluarkan kebijakan moneter yang pruden dan konsisten untuk mengarahkan inflansi agar sesuai sasaran dan juga untuk menjaga agar transaksi berjalan, devisit semakin kecil.
Kedua, BI akan menyakinkan implementasi kebijakan pengelolaan hutang luar negeri yang harus dilakukan oleh badan usaha agar hati-hati. Karena menurut Agus, BI ingin menyakini badan usaha yang pinjam modal ke luar negeri tidak mempunyai resiko nilai tukar atau resiko likuaditas.
BI juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang masuk dalam kategori makro prudential. Menurut Agus, kebijakan makro prudential adalah untuk menyikapi agar dalam kondisi dunia penuh ketidak pastian, Indonesia harus menjaga agar makro ekonomi stabil.
”Tetapi kita tidak ingin pertumbuhan kredit yang dipakai untuk membiayai usaha itu tertahan. Oleh karena itu, BI mengeluarkan kebijakan makro prudential, misalnya dengan melonggarkan loan to value (LTV) untuk pinjaman rumah atau kendaraan,” kata Agus, dalam diskusi ekonomi di Jakarta, pada Selasa malam (25/8).
Kebijakan tersebut juga diyakini pembiayaan untuk UMKM bisa agresif dan bagi bank yang menjaga kredit bermasalahnya di bawah 5 persen, akan memperoleh intensif dalam bentuk giro wajib minimum yang lebih longgar.
BI, lanjut Agus, akan terus melakukan stabilitas di pasar valas agar nilai tukar dapat terkontrol dan cadangan devisi juga cukup untuk menjaga kesehatan ekonomi Indonesia. ”BI juga mengeluarkan kebijakan untuk pengelolaan pasar keuangan. Agar pasar uang dalam negeri menjadi lebih tebal sehingga kalau ada transaksi kecil tidak kemudian membuat keketatan,” ujarnya.
Untuk menyakinkan stabilitas sistem keuangan Indonesia terus terjaga, BI juga melakukan koordinasi dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

