Presiden Terpilih Joko Widodo Diminta Bentuk Kementerian Pengembangan Ekonomi Syariah

[sc name="adsensepostbottom"]

Meskipun tim transisi Presiden terpilih Pemilu 2014, Joko Widodo – Jusuf Kalla (Jokowi-JK) telah tuntas dalam membahas bentuk 34 Kementerian yang merupakan kabinet pemerintahan Jokowi-JK yang akan datang. Tetapi format kementerian tersebut dirasakan masih janggal dan belum mengakomodir berbagai kepentingan dan kebutuhan masyarakat terutama dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

JokowiKarena itu, sebelum terbentuk pemerintahan baru Jokowi-JK, Lembaga Kajian Ekonomi dan Pembangunan Islam (LKEPI) meminta kepada Jokowi-JK sebagai presiden terpilih untuk untuk masa bakti 2014-2019, untuk membentuk kementerian atau badan khusus pengembangan ekonomi syariah.

“Hal ini dirasakan penting agar pengembangan ekonomi syariah di Indonesia lebih masif dan tidak parsial seperti yang terjadi saat ini, dimana koordinasi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia mengalami tumpang tindih dalam segala aspek kebijakan dan tak ada koordinasi secara terintegrasi,” kata Ketua Presidium LKEPI – Dedi Uska di kantor LKEPI, Kampus Universitas Azzahra, Jakarta, Senin, 8 September 2014.

Dedi menambahkan, visi dan misi pemerintahan Jokowi-JK tentang ekonomi kemandirian berbasiskan kerakyatan perlu diapresiasi. Namun sangat disayangkan jika pengembangan ekonomi syariah yang selama ini dikenal mampu menggerakkan sektor riil di masyarakat tidak dijadikan bagian integral dalam visi pengembangan ekonomi pemerintahan Jokowi -JK. Apalagi di negara negara belahan dunia lainya sudah mengimplementasikan sistem ekonomi syariah sebagai ekonomi alternatif dalam kebijakan ekonomi.

“Sudah selayaknya Jokowi-JK memahami ini dan membuat Kementerian khusus tentang pengembangan ekonomi syariah dalam 34 Kementerian yang saat ini direncanakan,” ujar Dedi Uska yang berencana akan berkunjung ke Rumah Transisi Jokowi-JK untuk menyampaikan rekomendasi LKEPI.

Pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, di mata LKEPI baru sebatas lembaga keuangan saja seperti perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah non bank seperti asuransi, multifinance, pasar modal dan lembaga keuangan mikro.

Sementara sektor sektor riil syariah yang ada di masyarakat belum berkembang banyak, hal ini disebabkan pemahaman ekonomi syariah di Indonesia sebatas lembaga keuangan.

Sebab itu, Dedi Uska menegaskan, jika ada Kementerian Pengembangan Ekonomi Syariah di kabinet Jokowi-JK dengan mudah akan mengkoordinasikan segala macam kebijakan terkait pengembangan ekonomi syariah, seperti sosialisasi dan edukasi ekonomi syariah, pengembangan dan riset sumber daya ekonomi syariah, halal trade dan mendorong akselerasi lembaga keuangan dan koperasi syariah di Indonesia.

Selama ini realitas tersebut tidak ada sama sekali dan hanya dilakukan oleh antar kementerian saja, bahkan pengembangan ekonomi syariah terkesan tidak serius dijalankan oleh pemerintah. Ini menjadikan sering terjadi permasalahan dalam pengembangan ekonomi syariah dimana akselerasi industri syariah tidak ditopang kesediaan sumber daya manusia (SDM) syariah.

Begitu juga hadirnya keuangan syariah tidak dibarengi dengan hadirnya sektor riil syariah yang ada. Fenomena ini menjadikan harapan Indonesia menjadi sentral pengembangan ekonomi syariah hanya sekedar “jauh pagang dari pada api.”

Karena itu, agar ekonomi syariah menjadi ekonomi alternatif dalam mensejahterahkan masyarakat, Dedi Uska berharap, agar Jokowi-JK membuat Kementerian khusus sehingga visi kemandirian kerakyatan bisa terwujud. Apalagi pengembangan ekonomi syariah merupakan amanah Undang Undang Nomor 21 Tahun 1998, tentang perbankan syariah yang merupakan pilar ekonomi syariah. *