Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. Anwar Abbas, mengatakan pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) tidak boleh dihapuskan karena bertentangan dengan undang-undang dan Pancasila, khususnya sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. ”Agama itu identitas seorang warga negara, jadi harus dipertahankan,” kata Anwar kepada MySharing, saat dihubungi Senin (10/11).

Anwar menegaskan, pencantuman agama dalam KTP memberikan kemudahan masalah administrasi dan banyak manfaatnya. Seperti, memberikan kemudahan dalam pengurus pernikahan, kematian, pemberian warisan serta penceraian. Sedangkan kalau tidak dicantumkan dalam KTP, bisa saja terjadi penipuan atau pengaburan identitas agama seseorang dalam pernikahan atau pemberian warisan.
”Dalam agama Islam, warisan tidak boleh diberikan kepada orang yang tak seiman. Namun karena ingin mendapat warisan, lalu dia mengaku Islam. Begitu pula, ketika ingin menikahi muslimah, bisa saja dia mengaku Islam. Dengan KTP, identitas tidak bisa dipermainkan lagi,” tegas Anwar.
Pengosongan kolom agama, kata Anwar, dikhawatirkan juga akan memberikan celah kristenisasi sangat optensif di Indonesia dan juga bangkitnya komunis di negeri ini. Langkah pemerintah ini akan menyuburkan penodaan agama yang mencederai umat. “Sebenarnya adanya kolom agama di KTP, bisa menjadi instrument untuk mencegah Kristenisasi,” tandasnya.
Anwar mengungkapkan, seharusnya pemerintah berpikir ulang untuk menggulirkan ide bolehnya pengosongan kolam agama di KTP. Sudah sepatutnya pemerintah mendengarkan pihak-pihak terkait, khususnya tokoh agama sebelum mengeluarkan wacana ini. Karena jika berpikir jauh, penghapusan kolom agama rentan dimanfaatkan pihak tertentu untuk membuka keran praktek-praktek penodaan agama dan pemurtadan. “Adanya kolom agama di KTP saja, masih saja banyak misionaris pura-pura mengaku Islam, apalagi tidak ada kolom agama,” tegasnya.
Kebijakan pemerintah bahwa pengosongan kolom agama untuk mengakomodir rakyat Indonesia pemeluk keyakinan selain enam agama yang diakui oleh undang-undang. Anwar menegaskan, pemerintah harus mencari solusi karena bagaimana pun pengosongan kolom agama bukanlah ide terbaik. Namun kalau dirasa memang penting dan perlu, di kolom tersebut harus dicantumkan tulisan. “Pemerintah harus cari solusi, misalnya di kolom agama untuk pemeluk keyakinan selain enam agama, diberi tulisan “non resmi diakui,” katanya. Ia berpendat, hal ini akan lebih menentramkan tidak menimbulkan gejolak umat.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) boleh dikosongkan. Kebijakan yang diambil ini untuk mengakomodir rakyat Indonesia yang memeluk keyakinan selain enam agama yang diakui undang-undang yaitu Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

