
Kuntoro mempertanyakan, pertumbuhan ekonomi kisaran 6% yang selama ini dibangga-banggakan, hasilnya apa dan untuk siapa. Minyak kelapa sawit yang kini dianggap sebagai primadona ekspor Indonesia, menurutnya hanya memperkaya sebagian kecil golongan. Karena, “Ada 10 juta hektare lawan sawit dikuasai oleh kurang dari 10 keluarga di Indonesia”, kata Kuntoro. Tentu bukan keluarga Indonesia kebanyakan, tetapi keluarga konglomerat.
Lingkungan juga terimbas oleh terus dibukanya lahan sawit di Indonesia. Kuntoro menyontohkan suku Anak Dalam di Jambi kini terlunta-lunta akibat deforestasi. Hutan yang tadinya menjadi tumpuan bagi mereka untuk hidup, telah menjadi lahan sawit. Bahkan, suku tersebut diusir dari kampungnya. Kuntoro menunjukkan gambar tiga pria Suku Anak Dalam berpakaian tradisional sedang berjalan di perkotaan Jambi. “Mereka adalah pemburu, tidak memiliki keterampilan menanam. Apalagi untuk bekerja di Kota”, kata Kuntoro.
Kuntoro menjadi pembicara kunci pada Diskusi Sarjana Lulusan Amerika Serikat (AS) bertema: “Indonesia’s Path from Reformation to Transformation” di pusat Kebudayaan Amerika (@america), Pacific Place, lantai 3, Jakarta (20/5).
Salah satu indikator kesenjangan ekonomi, 70% uang beredar di Indonesia adalah di pulau Jawa, khususnya Ibukota Jakarta. Menurut lulusan Universitas Stanford, AS (1977) ini, hal ini jelas menunjukkan disparitas antarwilayah. Dalam presentasinya, Kuntoro menampilkan citra satelit kepulauan Indonesia. Pulau Sumatera dan Jawa terlihat terang oleh cahaya lampu, sementara kian ke Timur, kian gelap. “Ini kita di negara kepulauan, makin ke pulau makin miskin, jadi ada yang salah dengan konsepsi pembangunan negara kepulauan kita”, kata Kuntoro menjelaskan gambarnya.
Kesalahan konsepsi itu, dicontohkan salah satunya kebijakan negara yang hanya mendanai pembangunan satu pelabuhan untuk satu Kabupaten. Padahal, di negara Kepulauan seperti Indonesia, satu Kabupaten dapat saja memiliki beberapa pulau. Bagaimana transportasi dapat lancar antarpulau tersebut di dalam satu Kabupaten? Hal ini berimbas salah satunya, biaya kirim logistik antarpulau di Indonesia juga menjadi lebih mahal jika dibandingkan biaya kirim dari Singapura ke Indonesia. Tak heran, jika barang impor terus merajalela.
Ekonomi kepulauan menjadi fokus bahasan Kuntoro yang pernah menjadi menteri pertambangan pada era 1998-1999 ini. Ekonomi kepulauan yang justeru ketika dikawinkan dengan demokrasi dan desentralisasi, malah meningkatkan kesenjangan ekonomi.
[su_note note_color=”#73092a” text_color=”#ffffff” radius=”5″ class=”.blockquote”]Rasio Gini adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk. Ini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Koefisien Gini berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.[/su_note]

