Keuangan Inklusif Perlu Koneksi Lintas Sektor

[sc name="adsensepostbottom"]

Lembaga keuangan syariah terus didorong untuk saling bersinergi. Tidak hanya dengan sesama lembaga keuangan, tetapi juga dengan lembaga zakat dan wakaf.

Thought-Leadership2[1]Direktur Center of Islamic Business and Economic Studies Institut Pertanian Bogor, Irfan Syauqi Beik, mengatakan isu kesadaran akan perlunya cross sector connectivity (konektivitas lintas sektor) diharapkan menjadi salah satu agenda dalam rangka mendukung keuangan inklusif secara optimal. “Selama ini hal itu (konektivitas lintas sektor) yang terputus. Jadi lembaga zakat sudah membantu usaha mikro untuk berdaya, terus sudah saja itu tidak ditangkap sama lembaga keuangan mikro syariah dan bank syariah. Akhirnya yang menangkap mereka (usaha mikro yang telah berdaya) adalah bank konvensional,” kata Irfan, usai menyampaikan materi Strategies for Enhancing Islamic Financial Inclusion dalam Seminar Islamic Financial Services Board, beberapa waktu lalu.

Irfan pun menyayangkan fakta di saat mustahik yang berdaya dari zakat, sehingga memiliki usaha mikro sudah mempunyai bisnis yang sustainable dan berkembang, kemudian terkadang mereka diambil untuk menjadi nasabah bank konvensional. “Padahal lembaga zakat sudah punya rekam jejak tentang perjalanan cashflow usaha mikro mustahik, itu kan data data yang berguna sekali untuk ditangkap bank syariah,” tukas Irfan.

Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada kesepahaman (mutual recognition) antara lembaga zakat dengan lembaga keuangan syariah. Ia pun menyambut baik penandatanganan nota kesepahaman yang telah dilakukan antara Bank Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional dan Badan Wakaf Indonesia pada akhir Maret lalu. “Itu merupakan sinyal bahwa zakat dan wakaf itu jangan diabaikan karena punya pengaruh pada perkembangan ekonomi,” ujar Irfan. Baca: BI, DSN MUI, Baznas dan BWI Kerjasama Majukan Ekonomi Syariah

Ia menambahkan jika potensi zakat yang mencapai Rp 217 triliun disalurkan kepada sepertiga saja dari jumlah usaha mikro Indonesia yang mencapai 57 juta unit, maka hal tersebut akan mampu menaikkan 15-20 persen produk domestik bruto Indonesia. “Dan itu menjadi pertumbuhan yang berkeadilan, pro poor pro growth. Karena sekarang pertumbuhan dinikmati menengah ke atas, sedangkan yang ke bawah tidak karena kurang dukungan, jadi perlu instrumen yang bisa mengembangkan kelompok mikro tadi,” jelas Irfan.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Bisnis BNI Syariah, Imam T Saptono, mengakui belum adanya kerjasama BNI Syariah dengan lembaga zakat tertentu untuk keberlanjutan mustahik binaan lembaga zakat kepada perbankan syariah. Pun, belum ada lembaga zakat yang meminta bank syariah untuk mengelola dananya melalui skim khusus. Baca: Zakat dan Wakaf Dalam Keuangan Inklusif

Imam menuturkan sejauh ini dana yang disalurkan BNI Syariah ke pembiayaan mikro komersial tidak bersumber dari lembaga zakat. Padahal, menurutnya, lembaga zakat bisa saja meminta bank syariah menyalurkan dana zakat yang belum tersalur dengan skim mudharabah muqayyadah. “Berdasar skim mudharabah muqayyadah ini bisa ditentukan alokasi dan pricingnya dalam kontrak,” ujar Imam.