Kementerian Perdagangan menyadari kekuatan internet dalam memajukan industri fesyen nasional. Promosi dari mulut ke mulut dan testimoni para blogger di dunia maya dianggap menjadi kekuatan baru penyebaran fesyen di Tanah Air.

“Promosi word of mouth dan testimoni melalui internet khususnya oleh blogger dapat menjadi salah satu alat keberhasilan pemasaran bisnis fesyen. Hal ini juga didukung tingginya pengguna internet di Indonesia,” ungkap Kepala Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia – Simon Zelotes. Acara ini sendiri masih bagian dari roadshow Jakarta Fashion Week (JFW) 2016, salah satu pekan mode terbesar di Asia Tenggara yang didukung Ditjen PEN Kemendag sejak 2011.
Hasil riset E-Marketer menyatakan bahwa pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 83,7 juta dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 112 juta pada 2017 atau menempati posisi ke-5 di dunia.”Ini peluang besar dalam mempromosikan dan meningkatkan pemasaran produk fesyen Indonesia melalui kolaborasi pelaku usaha dan pecinta fesyen,” kata Simon Zelotes.
Dengan potensi baik dari sisi desainer yang kreatif dan keberagaman budaya yang menjadi sumber inspirasi, Simon yakin kolaborasi yang lebih besar antara desainer dan blogger akan sukses mengamankan pasar dalam negeri dan mempromosikan produk fesyen Indonesia ke luar negeri.
Ekspor Fesyen Indonesia
Kemendag bercita-cita menjadikan produk fesyen Indonesia yang terdepan di kawasan regional dan di tingkat global. Pada 2014 nilai ekspor produk fesyen Indonesia mencapai USD 13,93 miliar. Dari nilai tersebut, ekspor pakaian jadi menyumbang pangsa terbesar selama 2014, yaitu 55,15% senilai USD 7,68 miliar, diikuti alas kaki USD 4,1 miliar, dan perhiasan USD 2,13 miliar.
Jika dilihat dari tren pertumbuhannya, ekspor produk fesyen selama periode 2010-2014 mengalami pertumbuhan positif sebesar 8,27% per tahun. Adapun negara tujuan ekspor fesyen Indonesia tahun 2014 adalah Amerika Serikat dengan nilai USD 4,9 miliar (35,64%), Jepang USD 942 juta (6,76%), Jerman USD 827 juta (5,94%), Uni Emirat Arab USD 657 juta (4,72%), dan Afrika Selatan USD 596 juta (4,28%).

