Apakah marketing syariah itu? Dan bagaimana penerapannya?
Markering Syariah! Mungkin masih banyak pembaca MySharing yang merasa asing dengan istilah tersebut. Ya, Marketing Syariah memang boleh dibilang termasuk istilah tergolong baru di tanah air, meski juga tidak baru-baru sekali. Paling tidak, istilah Marketing Syariah mulai terdengar di masyarakat kita, semenjak satu dasawarsa terakhir ini, semenjak era perbankan syariah dan bisnis syariah mulai eksis di Indonesia.
Namun apakah sebenarnya pengertian Marketing Syariah tersebut? Menurut praktisi bisnis dan pemasaran syariah – Godo Tjahjono, Marketing Syariah adalah suatu rangkaian kegiatan yang berada dalam ruang lingkup muamalah ekonomi yang terkait dengan strategi untuk mengidentifikasi, menyesuaikan kompetensi dan sumber daya, hingga memberikan nilai dan kepuasan pada konsumen melalui manfaat dari produk dan jasa yang ditransaksikan dalam proses yang sesuai syariah Islam, dengan tujuan mendapatkan pertumbuhan, kesejahteraan, keadilan serta keberkahan dunia dan akhirat.
Godo sendiri lebih condong menggunakan istilah Islamic Marketing Management atau Manajemen pemasaran Islami untuk Marketing Syariah ini.
- CIMB Niaga Dukung Pertumbuhan Bisnis Nasabah di Malang dan Jember melalui Ngobiz
- Bank Muamalat dan BPKH Kerja Sama Layanan Kustodian Syariah
- Generali Indonesia Lindungi Pelari Bank Jateng Borobudur Marathon 2024, Konsisten Wujudkan Sustainable Lifestyle
- Asuransi BRI Life dan KPK Perkuat Komitmen Bersama Berantas Korupsi lewat Literasi di Hakordia
Menurut Godo, istilah Marketing Syariah ini menjadi populer sejak produk dan jasa berbasis syariah berkembang di Indonesia. “Namun sebelum itu, saya meyakini sudah ada pengusaha-pengusaha dan pemasar muslim yang menerapkannya. (Karena) bagi muslim bukan hanya sangat penting, tapi wajib, karena melakukan pemasaran sesuai syariah adalah bagian dari menjalankan muamalah sesuai syariat Islam,” jelas Godo saat berbincang dengan MySharing di Jakarta pada beberapa kesempatan yang lalu.
Godo lalu menerangkan perbedaan mendasar antara Marketing Syariah dengan Marketing Konvensional. Menurut Godo, Marketing Konvensional mempunyai nilai-nilai luhur yang bisa diandalkan, namun itu semua lebih berlandaskan pada norma yang berlaku pada masyarakat atau industri tertentu. Sehingga cakupan areanya lebih mengarah pada suatu regional negara atau daerah, atau industri dimana marketing konvensional itu diterapkan. Sementara itu Marketing Syariah, lanjut Godo, berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah. Sehingga di dalam menjalankan pemasaran sesuai syariah ini berarti harus sesuai hukum Islam, bukan dengan ukuran dan kaidah yang berlaku pada masyarakat tertentu. Sehingga sifat dan cakupannya jauh lebih luas dan universal.
Lebih lanjut dipaparkan Godo, nilai-nilai yang dikedepankan dalam penerapan Marketing Syariah ini adalah bahwasanya kegiatan ini tidak mengandung unsur riba, kezaliman, spekulasi, ketidakjelasan dan penipuan (gharar & tadlis), judi (maisir), materi yang diharamkan, riswah (sogok), dan maksiat. Lalu harus memenuhi unsur amanah, kualitas, profesional, inovatif, estetika, fair dan ahlaqul karimah, serta transaksinya harus dilakukan sesuai aqad yang diperbolehkan dalam Islam, misalnya murabahah, salam, istishna.
Menurut Godo, Marketing Syariah ini bersifat universal, dan nilai-nilainya tentu dapat diterapkan oleh umat lain. Dan nilai-nilai yang telah diurai di atas, dapat dilaksanakan pada banyak macam bidang usaha dan oleh siapa saja.
Godo lalu menjelaskan, Marketing Syariah atau Islamic Marketing Management ini adalah bagian dari muamalah ekonomi dalam Islam. “Jadi bukan ilmu marketingnya yang dimasukkan dalam syariah, namun dalam muamalah terdapat berbagai petunjuk dan aturan untuk menjalankan usaha, yang sebagian diantara petunjuk dan aturan tersebut dikenal orang sebagai ilmu marketing,” papar Godo.
Selain itu, Godo menempatkan Islamic Marketing Management ini sebagai bagian dalam kerangka besar muamalah ekonomi Islam. Jadi sumbernya adalah aturan dan petunjuk yang terkait dengan mualamah yang ada dalam Al Quran dan Sunnah. Bukan sebagai bagian dari ilmu marketing konvensional.
Lebih lanjut, menurut Godo, Marketing Syariah ini sangat mungkin diterapkan di mana saja, bahkan di negara yang tidak ada penduduk Muslim-nya sekalipun, asalkan para pemasarnya atau pengusahanya adalah Muslim yang punya komitmen menjalankan prinsip-prinsip muamalah ekonomi Islam, karena ingin menjadi muslim yang kaffah.
”Bagi yang berpikir bahwa bila pemasaran dijalankan sesuai prinsip syariah, maka usahanya tidak akan laku atau susah mendapatkan klien, maka tengok kembali apakah sudah berusaha menjalankan nilai-nilai yang ada di atas? Allah adalah pemilik langit dan bumi. Yang mengatur rezeki bukan manusia, maka pemasar atau pengusaha muslim hendaknya berikhtiar penuh sesuai nilai-nilai yang bukan hanya mengedepankan jujur dan halal tapi juga profesionalisme, inovasi, kualitas, amanah, fair, estetika dan ahlaqul karimah,” demikian tegas Godo.
Terakhir, Godo lalu menerangkan kriteria-kriteria yang dibutuhkan guna menjadi seorang marketer syariah yang profesional. Kriteria-kriteria tersebut menurut Godo antara lain; amanah, menjaga kualitas, profesional, inovatif, estetika dalam diri dan hasil kerja, fair dan memiliki ahlaqul karimah. Kemudian, memahami alat-alat analisis dan program komunikasi pemasaran, jenis-jenis transaksi sesuai syariah, dan yang terpenting dalam dirinya harus terpatri bahwa apakah pasarnya muslim atau bukan, pelaksanaan manajemen pemasarannya harus Islami.
”Sangat disayangkan bila seorang pemasar merasa menjadi pelaku Islamic Marketing Management, namun hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar muslim semata yang diprediksi akan berkembang, bukan berangkat dari keinginan menjadi muslim yang kaffah, yang memberikan manfaat bagi banyak orang baik muslim maupun non muslim dengan cara-cara dan esensi usaha berlandaskan syariah (Islamic law),” demikian Godo Tjahjono menutup pembicaraan.