OJK Dorong Inovasi Produk Lembaga Keuangan Syariah

Jumlah kelas menengah di Indonesia semakin meningkat. Dari jumlahnya yang sebesar 93 juta (42,7 persen) kini menjadi lebih dari 100 juta jiwa (56,6 persen).

Firdaus DjaelaniMeningkatnya kelas menengah di Indonesia pun disinyalir akan turut mengubah preferensi masyarakat terhadap produk pembiayaan, simpanan dan investasi yang berbasis teknologi dan lebih baru (sophisticated). Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah dituntut memiliki produk yang inovatif.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani, mengatakan industri keuangan syariah di Indonesia tumbuh rata-rata 35-40 persen dalam lima tahun terakhir. “Saya yakin industri keuangan syariah akan berkembang baik dan berperan bagi perekonomian Indonesia karena peluangnya terbuka lebar,” kata Firdaus dalam Forum Riset Keuangan Syariah 2014 di Institut Pertanian Bogor, Selasa (14/10).

Peningkatan populasi penduduk khususnya kelas menengah menjadi pasar potensial dalam meningkatkan permintaan produk industri keuangan syariah. Untuk menangkap pasar tersebut pun lembaga keuangan syariah terus didorong untuk melakukan inovasi produk. Firdaus mengakui inovasi produk menjadi salah satu tantangan yang masih dihadapi lembaga keuangan syariah.

Menurut Firdaus, ada tiga hal yang masih menjadi kendala bagi lembaga keuangan syariah. Pertama, inovasi produk. “Kemajuan inovasi produk dirasa kurang untuk menopang pertumbuhan industri keuangan syariah,” tukasnya. Padahal, hal tersebut penting untuk mengembangkan keuangan syariah di Indonesia.

Oleh karena itu, lanjut Firdaus, praktisi keuangan syariah perlu merespon kebutuhan konsumen dan dunia usaha. “Aspek penting inovasi produk adalah customer driven dan kesederhanaan. Produk keuangan syariah hanya bisa dipakai nasabah jika mudah dipakai dan dipahami, sementara teknologi juga diperlukan untuk mendukungnya,” papar Firdaus.

Kendala kedua adalah keterbatasan sumber daya manusia. Hal ini membuat lembaga pendidikan sangat penting untuk menyediakan sumberdaya manusia keuangan syariah dan memiliki full of expertise. Dengan demikian, industri keuangan syariah akan bisa memberi kontribusi bagi sinergi dan pengembangan keuangan syariah untuk mendukung perekonomian yang berkelanjutan.

Kendala ketiga adalah terkait product awareness dan perlindungan konsumen. Firdaus mengungkapkan kurangnya pengetahuan mengenai fitur dan manfaat produk keuangan syariah bagi konsumen telah membuat dunia usaha dan konsumen menjauh untuk menggunakan produk keuangan syariah. “Kurangnya pengetahuan tersebut juga membuat akses keuangan syariah masyarakat terbatas, sehingga mengurangi permintaan terhadap produk keuangan syariah,” jelas Firdaus.

Padahal, industri non ribawi ini juga masih punya potensi pertumbuhan yang sangat besar terutama jumlah penduduk yang belum terlayani akses jasa keuangan formal. Oleh karena itu, tambah Firdaus, OJK bersama dengan berbagai pihak termasuk pelaku industri keuangan syariah berupaya melakukan literasi keuangan syariah disertai dehgan inisiatif keuangan inklusif, serta mendorong produk yang lebih ramah agar dapat mendorong industri keuangan syariah.