Negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) sepakat untuk memperkuat kerjasama di beberapa area, seperti pembangunan kapasitas, promosi dan standarisasi. Khusus mengenai standarisasi setidaknya negara-negara anggota OKI diharapkan memiliki standar minimum yang disepakati bersama.

Setiap negara pasti memiliki standarisasi wisata syariah masing-masing. Namun, menurut Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sapta Nirwandar, dari standar tersebut pasti ada satu garis umum yang sama antara satu sama lain, dimana hal itu bisa dijadikan suatu standar minimum di negara-negara anggota OKI. “Ada beberapa standar minimum yang sama, seperti standar hotel syariah, pemisahan dapur halal dan minuman non alkohol,” kata Sapta dalam 1st Organization Islamic Conference (OIC) International Forum on Islamic Tourism di Hotel Borobudur, Selasa (3/6).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Mari Elka Pangestu menuturkan setiap negara OKI memang memiliki standarisasi wisata syariah yang berbeda. Sebelumnya memang sudah sempat ada pembicaraan mengenai pertimbangan hadirnya standar internasional. “Tapi tidak ada standar internasional. Tidak perlu ada standar global tapi berupa mutual recognition agrrement atau mutual acceptance saja. Yang utama setiap negara harus punya standar dan komponen wisata syariah seperti makanan halal harus sudah jelas, dan bagaimana sertifikasi yang kredibel untuk sertifikasi industri,” papar Mari.
Saat ini yang terpenting, tambah Mari, adalah pendekatan terpadu dan menyeluruh dari seluruh pemangku kepentingan seiring dengan industri wisata syariah yang terus berkembang. Terkait dengan kerjasama antar negara-negara OKI, masing-masing negara dapat saling berbagi pengalaman dan belajar mengenai kemasan wisata syariah, modal dan teknologi.
Sementara Senior Partner Global Leader Islamic Economy Dinar Standard, Rushdi Siddiqui, mengatakan akan sulit menciptakan suatu standarisasi global bagi wisata syariah. Mengapa? “Setiap umat muslim di suatu negara punya caranya masing-masing dalam mempraktekkan Islam pada kehidupannya sehari-hari,” jawab Siddiqui. Agar ada satu kesamaan persepsi mengenai wisata syariah bisa saja didului oleh pemahaman akan satu hal yang disepakati bersama. Siddiqui menuturkan hal umum itu bisa dimulai dari hal-hal apa saja yang dilarang dalam Islam. Pada praktek wisata syariah misalnya, sepakat untuk melarang minuman beralkohol dan makanan yang tidak halal.

