investasi manulife
(ki-ka): Direktur Pengembangan Bisnis Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut E Andanawarih dan Chief of Employee Benefits Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Nur Hasan Kurniawan, dalam pemaparan Manulife Indonesia Sentiment Index, Kamis (25/9). Foto: Manulife

Sentimen Masyarakat Terhadap Investasi Meningkat, Tapi…

[sc name="adsensepostbottom"]

Masyarakat Indonesia mulai menyadari mengenai pentingnya investasi. Manulife Indonesia Sentiment Index (MISI) kuartal II 2014 menemukan sentimen positif terhadap investasi meningkat 9 poin, menjadi 57 poin.  Hal ini menjadikan Indonesia negara kedua paling optimis setelah Filipina, dan jauh lebih tinggi dari rata-rata di Asia yang hanya 24 poin.

investasi manulife
(ki-ka): Direktur Pengembangan Bisnis Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut E Andanawarih dan Chief of Employee Benefits Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Nur Hasan Kurniawan, dalam pemaparan Manulife Indonesia Sentiment Index, Kamis (25/9). Foto: Manulife

Direktur Pengembangan Bisnis Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut Endro Andanawarih, mengatakan kondisi perekonomian Indonesia yang membaik turut mempengaruhi sentimen investor selama kuartal II. “Pasar saham naik 2 persen lebih, pasar obligasi juga naik 1 persen lebih. Walaupun rupiah melemah, tapi ketakutan akan inflasi menurun. Ini tanda yang positif,” katanya, dalam pemaparan MISI kuartal II 2014, Kamis (25/9).

Kondisi ekonomi Indonesia yang membaik juga membuat investor asing memasukkan dananya ke Indonesia. Di pasar saham selama kuartal II 2014 ada penambahan dana asing Rp 20 triliun masuk ke Indonesia. Secara total selama 2014 ada Rp 45 triliun dana asing yang masuk. Sedangkan, di pasar obligasi ada penambahan Rp 43 triliun. Putut menambahkan secara total ada Rp 400 triliun dana asing masuk ke Indonesia memberi sinyal positif kalau perekonomian Indonesia ke depan lebih baik. Ada korelasi antara sentimen investor dengan pergerakan saham dan obligasi. Kalau sentimen positif, pasar juga bereaksi positif untuk jangka panjang. Rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga juga tidak menimbulkan efek ke pasar,” papar Putut.

Sayangnya, walaupun punya sentimen positif, masyarakat Indonesia masih enggan berinvestasi pada berbagai kendaraan investasi yang tersedia di pasar. Mereka mengabaikan produk-produk pasar modal yang sebenarnya memberikan imbal hasil lebih baik, seperti saham, pendapatan tetap, dan reksa dana. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih memilih instrumen investasi tradisional seperti tabungan dan kepemilikan rumah.

Padahal, lanjut Putut, bila investor menempatkan dananya di saham kenaikan kekayaannya bisa dua kali lipat dalam lima tahun. Sementara deposito dengan bunga 10 persen membutuhkan waktu 7 tahun untuk mencapai hasil tersebut. Dengan menempatkan investasi di kelas aset yang punya return tinggi, maka proses dalam menyiapkan pensiun pun bisa lebih awal dan kekayaannya bisa lebih bertambah. “Pengalaman investor ada yang sudah 5-10 tahun tapi masih di deposito,padahal itu kurang bisa melindungi atau mencukupi kebutuhan pensiun. Investor harusnya mulai tahu saat pensiun nanti kita menggunakan dana yang kita pakai saat ini,” ungkap Putut.

Di sisi lain, para investor masih punya persepsi kelas aset untuk jangka panjang ada di rumah dan asuransi, sementara pada jangka pendek ada di valuta asing, reksadana, dan saham. “Ini yang harus diubah bahwa saham adalah investasi untuk jangka panjang mengingat ada volatilitas pasar,” ujarnya. Hal tersebut juga menunjukkan pemahaman terhadap kelas aset masih rendah.

Putut pun menambahkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia mungkin tidak memiliki cukup waktu untuk mengikuti perkembangan pasar. Dalam hal ini, reksa dana yang dikelola secara profesional dapat menjadi pilihan yang nyaman dan terjangkau bagi setiap individu,” pungkasnya.