Setidaknya 1,6 juta anak usia 13-15 tahun di Indonesia putus sekolah. Oleh karena itulah, Tanoto Foundation dan UNICEF bermitra untuk mendukung program manajemen berbasis sekolah di Sekolah Satu Atap (SATAP).

SATAP adalah program pemerintah Indonesia sejak 2005 yang membuka peluang bagi anak-anak yang kurang beruntung untuk mengecap pendidikan sekolah menengah pertama (SMP). SATAP terdiri dari sekolah dasar dan SMP yang berada dalam satu komplek. Tujuannya membantu peralihan dari pendidikan tingkat SD ke SMP agar lebih mudah dan terjangkau dari sisi pembiayaan.
Ketua Pengurus Tanoto Foundation, Sihol Aritonang, mengatakan kemitraan dengan UNICEF merupakan langkah pihaknya untuk turut serta berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia, khususnya melalui sektor pendidikan. Tanoto Foundation memberikan dana hibah sebesar 100 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,26 miliar) untuk membantu mengembangkan SATAP, meningkatkan kapasitas guru dalam melaksanakan pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, dan mengurangi jumlah anak yang tidak sekolah.
“Pada 2012, Angka Partisipasi Murni tingkat SD mencapai 95,6 persen, sedangkan untuk SMP masih 77,7 persen. Itu berarti ada yang lulus SD dan tidak lanjut SMP. Tanoto Foundation mencoba membantu memecahkan masalah ini dan senang bisa ikut mendukung replikasi program SATAP di 11 sekolah binaan kami yang tersebar di Riau dan Jambi,” kata Sihol, dalam penandatanganan perjanjian kerjasama Tanoto Foundation dan UNICEF, Kamis (12/2). Baca Juga: Kemenag Lanjutkan K-13 PAI di Sekolah
Dari sekitar 200 sekolah binaan Tanoto Foundation, 11 sekolah binaan diantaranya adalah SATAP. Namun untuk program kemitraan dengan UNICEF sekolah yang menjadi pilot project berada di Bondowoso (Jawa Timur) dan Polewali Mandar (Sulawesi Barat). Program kemitraan ini akan berlangsung selama 2015. Baca: Oase Pendidikan: Guru Kreatif, Siswa Berkualitas
Sementara, Perwakilan UNICEF Indonesia, Gunilla Olsson, mengatakan melalui kerjasama dengan Tanoto Foundation, pihaknya berharap dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. “Ada sekitar 4000 SATAP di seluruh Indonesia, tetapi sayangnya SATAP tidak terlalu populer karena para orangtua dan anak-anak merasa kurikulumnya tidak relevan dengan lingkungan mereka, kurangnya kapabilitas guru dan buruknya infrastruktur,” ujar Gunilla.
Gunilla memaparkan dana hibah dari Tanoto Foundation pun utamanya akan digunakan untuk memperkuat pengelolaan SATAP, melatih kepala sekolah, guru dan komite sekolah, serta menyediakan kegiatan pembangunan kapasitas bagi pemerintah lokal agar dapat merencanakan dan mengelola SATAP dengan lebih baik. “Bersama dengan Tanoto Foundation, kami berharap dapat meningkatkan akses dan partisipasi siswa kurang mampu di desa dan daerah pelosok untuk melanjutkan pendidikan ke SMP. Selain itu, kolaborasi ini juga diharapkan dapat lebih diperdalam dan diperluas ke wilayah lainnya,” pungkas Gunilla.

