tata kelola syariah

Tata Kelola Syariah yang Sekular

Pakar dari Inggris ini menilai tata kelola syariah di Indonesia masih kebarat-baratan alias sekular.

Dr. M. Hudaib tentang taka kelola syariah di Indonesia
Dr. Mohammad Hudaib (Reader in Accounting, Accounting & Finance Adam Smith Business School, University of Glasgow, UK)

Jika kita berpikir tata kelola syariah lebih baik daripada yang konvensional, belum tentu benar, setidaknya di Indonesia. Bagi pakar akuntansi dan tata kelola Islami dari Inggris (UK), Dr. Mohammad Hudaib, justeru tata kelola lembaga berbasis syariah di Indonesia masih kebarat-baratan, alias masih sekular.

Dr. Hubaid menyarankan Indonesia membangun tata kelolanya atau kepatuhan syariahnya sendiri sendiri yang “Indonesian Way”. Seperti apa? Modelnya dibangun dari tujuan untuk menyelesaikan masalah seperti ketimpangan ekonomi, keserakahan, korupsi, dan kemiskinan. Bukan sekadar demi mengejar profit.

Berikut wawancara MySharing dengan Dr. Mohammad Hudaib  (Reader in Accounting, Accounting & Finance Adam Smith Business School, University of Glasgow, UK) di sela-sela Workshop Internasional bertema “Critical Perspective on Practices of Accounting, Auditing, & CG in IFI” di kampus Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, Kamis (12/2).

Baik, apa saran Anda secara umum untuk industri berbasis syariah di Indonesia?
Menurut saya pemerintah Indonesia tidak begitu membentuk dengan baik karakter atau nilai dari industri syariah di Indonesia. Yang saya melihatnya baru sekadar pembiasaan, baru sekadar menyalin dari Barat, Timur Tengah, atau Malaysia. Belum memberikannya kesempatan untuk tumbuh secara internal. Industri syariah di Indonesia harus menumbuhkan nilainya itu dari dalam daripada meniru model yang lain.

Bukankah dikatakan justeru Indonesia memiliki model kepatuhan syariah yang khas?
Saya juga mendengar anggapan itu. Waktu saya berdiskusi di STEI SEBI, Ciputat, mereka (para akademisi SEBI—red) mencoba meyakinkan saya bahwa Indonesia memiliki modelnya sendiri. Misalnya ada Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), ada divisi kepatuhan di lembaga keuangan syariah, Dewan Pengawas Syariah (DPS) bersifat independen, tapi ini bukan cara Indonesia menurut saya. Ini cara sekular atau cara Barat yang distruktur ulang lalu mengontrol seluruh perilaku organisasi. Hal seperti ini lebih disebut sebagai abstraksi perilaku daripada nilai-nilai itu sendiri. Baca juga: Dewan Pengawas Syariah Saja Tidak Cukup

Indonesia harus menggali nilai-nilainya sendiri lalu mengangkatnya ke atas. Misalnya kita lihat budaya Jepang, kita lihat mereka sangat menghargai saling percaya, keindahan, dan oleh mereka dijadikan model itu tu haru dibandun atas model itu, dalam model kita kita sendiri, kita tidak memiliki saling percaya dan akuntabilitas.

Di indonesia, Pemerintah meregulasi industri, menerapkan tata kelola dalam untuk perusahaan, misalnya, karena mereka butuh pajaknya. Di pihak lain, pemilik saham, menerapkan tata kelola untuk memaksimalkan pendapatan. Jadi saya melihatnya masih banyak kepentingan pribadinya.

Bagaimana cara membangun model kita sendiri, apa saran Anda?
Indonesia harus mulai melihat apa masalah sebenarnya yang dihadapi, tata kelola atau kepatuhan syariah dibawa untuk memecahkan masalah itu. Misalnya penerapan tata kelola dengan tujuan memiminimalisasi keringkihkan, menekan keserakahan, mengihndari penyuapan, mengentaskan kemiskinan, dan sebagainya. Kualitas hidup, kemaslahatan bersama, kebahagiaan, dan kehidupan yang berimbang misalnya. Bangunlah tata kelola yang the Indonesian way.[su_pullquote align=”right”]”Ini bukan cara Indonesia menurut saya. Ini cara sekular atau cara Barat yang distruktur ulang lalu mengontrol seluruh perilaku organisasi.”[/su_pullquote]

Anda harus menuju ke sana, bukan sekadar profit. Kalau Anda mengikuti Barat, mereka hanya melihat statitik profit.

Baik, Anda tertarik untuk mengajar di Indonesia?
Mungkin untuk menyupervisi mahasiswa doktoral di Indonesia. Di UK sendiri, saya banyak sebagai reader. Lebih banyak melakukan riset dan membaca ide riset daripada mengajar. Makanya, saya dapat membantu di sini untuk menyupervisi.