Sekitar setengah dari total populasi dunia belum memiliki akses keuangan yang memadai. Untuk mengatasi isu tersebut, penggunaan teknologi informasi dinilai akan semakin membuka akses keuangan formal ke seluruh lapisan masyarakat.

“Di sini saya meyakini bahwa perkembangan telekomunikasi dan teknologi informasi yang telah mentransformasi struktur biaya dari para agen keuangan dapat berperan sebagai katalis positif untuk mencapai keuangan inklusif,” kata Muliaman, dalam Seminar Islamic Financial Services Board. Baca Juga: Mau Jadi Agen Bank Penyelenggara Laku Pandai? Ini Syaratnya!
Ia menambahkan dalam studi yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada 2011 menunjukkan bahwa beberapa nasabah lebih memilih produk keuangan berdasar kedekatan dan kenyamanan dibanding karena alasan agama. “Dalam hal ini peran negara perlu ditingkatkan dengan disertai dukungan dari industri keuangan,” ujar Muliaman.
Untuk mendukung inisiatif keuangan inklusif, Muliaman menuturkan OJK telah memiliki Strategi Nasional Literasi Keuangan. Program tersebut menekankan pada tiga aspek, yaitu mempromosikan edukasi literasi keuangan melalui kampanye publik, meningkatkan infrastruktur keuangan, dan menyediakan lebih banyak akses dan produk keuangan yang terjangkau.
“Sejalan dengan perkembangan teknologi di industri keuangan dan penetrasi telepon seluler di Indonesia, kami mendorong penggunaan teknologi sebagai cara untuk memperluas jangkauan produk dan jasa keuangan hingga ke pelosok,” papar Muliaman. Baca: Kini Eranya Mobile
Sementara, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Halim Alamsyah, mengatakan keuangan inklusif merupakan topik baru bagi dunia Islam dan IFSB. Lembaga keuangan konvensional telah terlebih dulu masuk ke pasar tersebut. Ia menyontohkan bentuk keuangan inklusif di Kenya dengan program mobile banking-nya M-Pesa, sedangkan di Indonesia sudah dilakukan pula oleh BTPN dan Bank Mandiri. “Keuangan inklusif oleh lembaga keuangan syariah ini menjadi salah satu area yang akan dipercepat oleh BI dan OJK,” kata Halim.
Di Indonesia, sebagian besar penduduk masih belum terlayani akses keuangan formal. Berdasar kajian Bank Dunia dan BI pada 2010, baru sekitar 47,6 persen penduduk yang memiliki tabungan bank, sedangkan di sisi akses pembiayaan hanya 17 persen penduduk yang memperoleh pinjaman dari perbankan.

