Aktor Utama Kebakaran Hutan adalah Korporasi!

[sc name="adsensepostbottom"]

Praktisi lingkungan hidup dari Walhi meminta agar korporasi mau bertanggungjawab atas atas dampak buruk kebakaran hutan dan asap terhadap masyarakat dan juga lingkungan hidup.

Walhi Kebakaran Hutan 2014Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) – mengadakan kajian yang terkait dengan kasus kebakaran hutan dan dampak asapnya terhadap masyarakat, hari ini di Jakarta. Dari hasil kajian tersebut, didapatkan salah satu kesimpulan, bahwa korporasi atau perusahaan adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas dampak buruk kebakaran dan asap terhadap masyarakat. Selain itu, perusahaan juga harus bertanggung jawab atas pemulihan lingkungan terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan tindakan perusahaan.

Hasil analisis WALHI menyatakan, bahwa kebakaran lahan dan hutan yang menunjukkan peran korporasi, khususnya di sektor kehutanan dan perkebunan, dalam tragedi asap yang berlangsung dalam beberapa bulan terakhir di Indonesia. Hasil analisis ini juga menunjukkan jejak api group-group usaha yang difokuskan pada 5 propinsi yang mengalami dampak terparah, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Kebakaran hutan dan lahan selama 18 tahun menjadi fakta tak terbantahkan bahwa monopoli kawasan hutan dan lahan untuk pengembangan investasi perusahaan merupakan penyebab utama kebakaran dan polusi asap di Indonesia. Sampai di tahun 2014 saja, 4 (empat) sektor industri ekstraktif (logging, perkebunan kelapa sawit, HTI, dan tambang) telah menguasai sekitar 57 juta hektar hutan dan lahan di Indonesia. Penguasaan ini dibarengi praktik buruk pengeloaan konsesi, salah satunya adalah tindak pembakaran hutan dan lahan gambut untuk kemudahan pengembangan produksi.

Penggundulan hutan dilakukan secara masif dan sistematis, dan diikuti dengan pengeringan lahan gambut dengan cara membelah-belah lahan gambut dan membangun kanal-kanal. Pembersihan lahan dilakukan dengan pembakaran yang bertujuan untuk menghemat biaya operasi, juga untuk mengurangi derajat keasaman lahan gambut, sehingga cocok untuk ditanami tanaman komoditas industri. Praktik ini hakikatnya telah menghancurkan hutan dan lahan gambut sehingga ekosistem kehilangan keseimbangan alaminya.

Manajer Kampanye Eksekutif Nasional WALHI – Edo Rakhman menerangkan,”Hasil analisis dari 5 propinsi yang dilanda asap terparah, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa mayoritas titik api yang ditemukan di tahun ini berada di dalam konsesi perusahaan, terutama HTI (Hutan Tanaman Industri) sebanyak 5.669 titik api dan perkebunan kelapa sawit sebanyak 9.168 titik api. Hasil overlay titik api dengan konsesi perusahaan menunjukkan bahwa di 4 propinsi (Jambi, Sumsel, Riau, dan Kalteng), perusahaan group Wilmar dan Sinarmas paling banyak ditemukan berkontribusi terhadap keseluruhan jumlah titik api. Group Wilmar 27 perusahaan dan Group Sinarmas 19 perusahaan.”

Sementara itu, menurut Direktur WALHI Sumatera Selatan – Hadi Jatmiko, “Aktor utama pelaku pembakaran hutan adalah korporasi, sehingga negara harus memastikan tanggung jawab penuh dari pihak perusahaan. Jika negara ingin tanggung jawab terhadap masyarakatnya, maka negara juga mesti lebih berani menuntut tanggung jawab perusahaan atas dampak buruk kebakaran dan asap terhadap masyarakat dan memastikan pemulihan lingkungan.”

Sedangkan Direktur WALHI Riau – Riko Kurniawan mengatakan,”Hasil analisis yang dilakukan oleh Koalisi Eyes of the Forest di mana WALHI Riau menjadi bagiannya, menunjukkan bahwa group Asia Pulp and Paper dan RGM/APRIL (industri HTI) merupakan group dengan jumlah perusahaan yang terbanyak menyumbang titik api, yakni masing-masing 6 perusahaan.”