Ekonomi Indonesia 2016 Masih Tak Pasti

[sc name="adsensepostbottom"]

Muhammadiyah menilai, perekonomian 2016 masih akan terus diseret dinamika ekonomi dunia. Diperlukan strategi yang dilakukan oleh semua pihak khususnya pemangku kebijakan publik dalam mensikapi keadaan ekonomi Indonesia kedepan.

MuhammadiyahHal tersebut disampaikan juru bicara Forum Dekan Ekonomi PTM se Indonesia – Mukhaer Pakkana dalam keterangannya kemarin (29/11/2015) di Jakarta.

Menurut Mukhaer ada empat empat kekuatan yang akan menyeret ekonomi nasional, yakni melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, ketidakpastian kebijakan the Federal Reserve AS, melemahnya daya serap pasar dunia, termasuk Tiongkok, dan kondisi geo-politik global yang makin tidak menentu. Lebih lanjut Mukhaer, dalam kondisi seperti itu, posisi perekonomian Indonesia makin rapuh.

“Untuk menghindari kerapuhan pada 2016 itu, direkomendasikan beberapa langkah, yakni, pertama, penguatan basis produksi dan konsumsi nasional. Dalam penguatan produksi, pemerintah diharapkan bisa fokus mengembangkan produksi berbasis substitusi impor yang lebih berorientasi padat karya dan memiliki kandungan lokal tinggi. Pilihan jenis produksi paling layak sebagai prioritas adalah sektor pertanian dan perikanan, terutama dalam rangka penguatan kedaulatan pangan,” papar Mukhaer.

Langkah kedua, lanjut Mukhaer, adalah penguatan basis pasar dalam negeri. Muhammadiyah menilai, perlu mengamankan pasar dalam negeri dari gangguan impor, memperluas pasar dan pusat distribusi, kepastian peredaran barang, serta memberikan peluang sebesar-besarnya bagi wirausaha nasional dalam memasok kebutuhan pasar dalam negeri, termasuk promosi penggunaan produk dalam negeri.

Sementara itu, langkah ketiga, berkenan akses kredit usaha, maka di tengah ketidakpastian ekonomi pada tahun 2016, diperlukan pemihakan pada pembiayaan pada usaha kecil dan mikro. Peningkatan akses kredit pada jenis usaha ini dianggap sangat penting di tengah pelemahan ekonomi dunia dan nasional yang secara umum masih ditopang oleh kinerja korporasi-korporasi besar. Pengucuran kredit ke sektor pertanian, perdagangan, ekonomi kreatif, industri padat karya, dinilai dapat menciptakan geliat kegiatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah dan menjaga daya beli.

“Data membuktikan, total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional yang jumlahnya sekitar Rp5.104triliun hingga September 2015, seharusnya tidak hanya dilokasikan kepada sektor korporasi besar. Porsi kredit ke sektor korporasi besar jumlahnya mencapai 85%. Hal ini sensitif terhadap pertumbuhan PDB yang tinggi. Karenanya, perlu adanya alokasi ke sektor yang sensitif terhadap perluasan kesempatan kerja yang diperankan oleh usaha kecil dan mikro,”jelas Mukhaer.