Dinar Dirham Masih Sebatas Transaksi Perdagangan Internasional

[sc name="adsensepostbottom"]

Dinar bisa digunakan untuk transaksi antar bangsa (perdagangan, hibah, pasar modal, dan lain-lain),  dan berfungsi untuk standar perhitungan agar tidak terpengaruh oleh perubahan nilai tukar rupiah

Dinar dan DirhamDosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jakarta – Siswanto dalam Seminar Internasional bertajuk “Mengembalikan Dinar dan Dirham sebagai Mata Uang Syariah dalam Perjuangan untuk Menyelematkan Perekonomian Global” di Gedung Pasca Sarjana Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), Ciputat, Tangerang Selatan, (11/3/2015), mengungkapkan pemikirannya yang realistis mengenai prospek penerapan dinar dirham dalam dalam perspektif ekonomi kerakyatan di tanah air.

Menurut Siswanto, Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang memang menegaskan bahwa mata uang yang berlaku di Indonesia adalah rupiah. Namun demikian pada Pasal 21 Undang-Undang tersebut, ternyata terdapat beberapa pengecualian didalam kewajiban penggunaan rupiah ini, yaitu untuk transaksi tertentu dalam pelaksanaan APBN, kemudian penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, juga simpanan di bank dalam valuta asing, serta transaksi pembayaran internasional.

“Dari ketentuan di atas, masyarakat termasuk pelaku ekonomi kerakyatan mempunyai peluang untuk menggunakan dinar dan dirham dalam melakukan transaksi dan pembayaran antar Negara. Untuk transaksi antar warga di Negara tercinta ini, wajib menggunakan rupiah dan pihak penerima dana juga tidak boleh menolak,” papar Siswanto.

Siswanto lalu menyoroti tujuan penerapan dinar dan dirham yang menurutnya adalah sebagai berikut, bahwa dinarisasi merupakan salah satu strategi sebagai antidote sistem yang mengandung unsur standar kertas (yang tidak didukung cadangan yang memadai), sistem bunga (riba) dan utang (yang berlebihan, karena dalam sistem perbankan nasional utang merupakan sumber dana yang sangat menentukan).

Berikutnya, penerapan sistem dinar dirham di dunia diharapkan dapat menciptakan fair trade, antara lain karena standar hitung yang digunakan sangat stabil dan memiliki nilai yang relatif sama di berbagai negara. Namun diharapkan juga tidak ada unsur spekulasi dalam perdagangan emas dan perak,

Satu lagi, menerapkan sistem dinar dirham adalah untuk melaksanakan syariah Islam.

Menurut Siswanto, berdasarkan kenyataan diatas, maka untuk menerapkan dinar dirham di negeri ini memang masih sulit. Hal tersebut bukan hanya karena cadangan devisa kita jauh lebih rendah dari likuiditas perekenomiannya (M2, broad money), tetapi juga masih kecilnya peran lembaga keuangan Islam didalam sistem keuangan kita.

“Namun apabila kita fokuskan pada tujuan dinarisasi, maka ada harapan setidaknya untuk transaksi antar bangsa (perdagangan, hibah, pasar modal, dan lain-lain), sekedar untuk standar perhitungan agar tidak terpengaruh oleh perubahan nilai tukar rupiah, dan semangat untuk menerapkan ekonomi Islam,” demikian Siswanto.