DSN-MUI Terbitkan Fatwa Lindung Nilai

[sc name="adsensepostbottom"]

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menerbitkan fatwa soal Transaksi Lindung Nilai Syariah (al-Tahawwuth al-Islamil Islamic Hedging) atas Nilai Tukar.

syariah logoKetua Harian DSN-MUI, KH. Mar’uf Amin, mengatakan, fatwa Transaksi Lindung Nilai Syariah atas Nilai Tukar ini menjadi penting mengingat nilai tukar rupiah yang tengah mengalami tekanan akibat menguatnya dolar Amerika Serikat (AS). Utamanya menjaga agar risiko dapat terjaga di level yang aman.

Mar’uf menegaskan, dengan memperhatikan substansi berbagai fatwa sebelumnya, fatwa Lindung Nilai Syariah atau al-Tahawwuth al-Islamil Islamic Hedging) atas Nilai Tukar, yang dikeluarkan ini merupakan panduan bagi masyarakat, pelaku usaha dan lembaga keuangan dalam melakukan lindung nilai yang sesuai dengan syariah. “Dalam fatwa ditetapkan sejumlah syarat atau ketentuan dan batasan lindung nilai,” kata Mar’ruf, dalam konferensi pers di kantor MUI Pusat Jakarta, Kamis (2/3).

Menurut Mar’uf, fatwa ini secara tidak langsung berkaitan erat dengan fatwa DSN-MUI Nomor: 28/DSN-MUI/2002 tentang Jual-Beli Mata Uang (alSharf) yang didalamnya terkandung empat bentuk akad/transaksi, yaitu Transaksi Spot, Transaksi Forward, Transaksi Swap dan Transaksi Option. Dalam fatwa ini, yang dibolehkan hanya satu bentuk akad yaitu Transaksi Spot.

Transaksi Forward, demikian juga Transaksi Swap, yang dalam praktik umum bisa digunakan untuk lindung nilai, oleh fatwa dinyatakan haram. Akan tetapi, jika lindung nilai diperlukan ada kebutuhan yang tidak dapat dihindari (li alhajah). Dalam fatwa tersebut, DSN-MUI memberikan makhraj syar’i berupa Forward Agreement, tanpa memberikan penjelasan dan rincian. Fatwa baru ini memberikan penjelasan dan rincian forward agreement dimaksud. Baca: Forward Agreement untuk Lindung Nilai Bank Syariah

Selain itu, dalam fatwa tersebut digunakan tiga macam akad yang masing-masing memiliki mekanisme tersendiri, yakni pertama ‘Aqd al-tahawwuth albasith (Transaksi Lindung Nilai Sederhana), yaitu transaksi lindung nilai dengan skema wa’d bi al’aqd fi almustaqbal/forward agreement yang diikuti dengan transaksi mata uang asing secara spot pada saat jatuh tempo serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang.

Kedua, ‘Aqd altahawwuth almurakkab (Transaksi Lindung Nilai Kompleks), yaitu transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi spot dan wa’d bi al’aqd fi al-mustaqbal/forward agreement yang diikuti dengan akad spot pada saat jatuh serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang. Baca Juga: Anggapan DSN MUI Perbolehkan Investasi Forex, Itu Salah!

Ketiga, ‘Aqd altahawwuth fi suq alsil’ah (Transaksi Lindung Nilai melalui Bursa Komoditi Syariah), yaitu transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian jual beli komoditi (sil’ah) dalam mata uang rupiah yang diikuti dengan jual beli komoditi (sil’ah) dalam mata uang asing serta menyelesaiannya berupa serah terima mata uang pada saat jatuh tempo.

Adapun isi fatwa yang dikeluarkan, sebagai berikut:

  1. Lindung nilai syariah atas nilai tukar hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata pada masa yang akan datang terhadap mata uang asing, yang tidak dapat dihindari (li al-hajah), akibat dari suatu transaksi yang sah dengan peraturan perundangan yang berlaku dengan obyek transaksi yang halal.
  2. Hak pelaksanaan wa’d dalam mekanisme lindung nilai tidak boleh diperjualbelikan.
  3. Obyek lindung nilai syariah atas nilai tukar adalah paparan risiko karena posisi asset dalam mata uang asing yang tidak seimbang, kewajiban dalam mata uang asing yang timbul dari transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah, dan pokok pinjaman apabila lindung nilai dilakukan atas kewajiban pinjaman yang diterima oleh entitas atau lembaga non keuangan.
  4. Obyek lindung nilai syariah atas nilai tukar antara lain dapat berupa simpanan dalam mata uang asing. Kewajiban atau tagihan dalam transaksi yang menggunakan mata uang asing, kebutuhan dalam mata uang asing untuk penyelenggaraan hai atau umrah dan biaya perjalanan ke luar negeri lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Kebutuhan dalam mata uang asing untuk biaya pendidikan di luar negeri, dan kebutuhan dalam mata uang asing lainnya, yang sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Pelaku transaksi lindung nilai syariah atas nilai tukar adalah lembaga keuangan syariah (LKS), lembaga keuangan konvensional (LKK) dalam kapasitas hanya sebagai penerima lindung nilai dari LKS, Bank Indonesia (BI), lembaga bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, dan pihak lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  6. Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar harus disepakati pada saat saling berjanji (muwa’adah).
  7. Penyelesaian transaksi lindung nilai yang berupa serah terima mata asing pada saat jatuh tempo tidak boleh dilakukan denga cara muqashshah (netting).