Inilah Peran BI Dalam Pembangunan Berkelanjutan

[sc name="adsensepostbottom"]

Perkembangan keuangan syariah Indonesia tidak lepas dari peran besar Bank Indonesia melalui penguatan instrumen syariah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

BIIBank Indonesia (BI) mempunyai peran dalam pengembangan keuangan tidak hanya di perbankan konvensional, tapi juga di perbankan syariah. Bahkan BI memiliki peran besar di Islamic Development Bank (IDB), Islamic Financial Services Board (IFSB) dan lembaga international lainnya yang terkait perkembangan ekonomi syariah dunia.”Peran ini sangat melekat di BI dalam pengembangan keuangan syariah global,” kata Penelitian Senior BI Rizki Ismal, dalam seminar Ikatan Ahli Ekonomi Syariah (IEAI) bertajuk “Integrasi Keuangan Syariah Menuju Stabilitas Keuangan dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan,” di Kementerian Keuangan RI, Selasa (14/4)., .

Hal ini, menurutnya, terbukti dalam dua dekade ini perkembangan industri keuangan syariah global masih berlanjut terutama dimotori oleh oleh penerbitan Sukuk. Diman perkembangan Sukuk di Indonesia di mulai sejak 2002 dengan terbitnya fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). PT Indosat merupakan penerbit pertama dengan skema Mudharabah untuk tujuan ekspansi bisnis. Dan pasar Sukuk di Indonesia meningkat signifikan sejak pemerintah menerbitkan Govermment Sukuk pada tahun 2008. “Sebagai wujud keterlibatan BI di lembaga keuangan syariah international, Indonesia berperan aktif dalam pengembangan Sukuk global,” kata Rifki.

BI juga berperan pengembangan keuangan inklusif. Menurutnya, BI telah menjalankan beberapa program keuangan inklusif bekerjasama dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan instansi terkait lainnya. Program ini dirancang untuk mencapai kesejahteraan melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan di Indonesia dengan menciptakan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Jadi kalau kita bicara pembangunan berkelanjutan, tentu kedepan adalah pengembangan ekonomi inklusif. Yaitu bagaimana kita memfasilitasi masyarakat yang tidak mempunyai akses ke lembaga keuangan atau tidak punya modal atau ingin usaha tapi masih terkendala dengan kredit perbankan syariah. Maka, kita harus berperan mempemudah aksesnya,” tegasnya.

Ia pun mengakui bahwa program ini berkembang tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara lain. Namun demikian, lanjutnya, dalam pengembangan keuangan inklusif di berbagai negara tersebut, dalam operasionalnya sudah menyimpang. Utamanya perbankan syariah di negara barat yang memberikan pembiayaan dengan selalu melakukan spekulasi. Hal ini, di Indonesia tidak dibenarkan dalam ajaran Islam, dan harus diarahkan kepada sektor produktif terutama pembiayaan masyarakat yang belum mendapatkan pembiayaan dari perbankan.

Selain mengembangkan keuangan inklusif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BI juga berperan mendukung perkembangan di sejumlah hotel syariah. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan keuangan syariah di bidang pariwisata syariah.”Keuangan syariah adalah bagaimana industri mengelola eksitabilitas, dan BI mengelola likuiditas di sektor keuangan syariah dengan instrumen moneter syariah,” ujarnya.

BI juga berperan dalam pengembangan makro prudential syariah dan mikro prudential syariah. Untuk mikro prudential syariah, kaitanya kerjasama dengan OJK. Karena menurutnya, kaitannya dengan stabilitas keuangan syariah dan pembangunan berkelanjutannya. Kita tidak mungkin menjalankan pembangunan tanpa ada stabilitas sektor industri baik likuiditas maupun sensibilitas dari lembaga itu sendiri. Sedangkan peran central BI lainnya adalah di pasar uang syariah. Dalam hal ini, BI memfasilitasi keuangan syariah di berbagai sektor melalui berbagai macam instrumen keuangan syariah, misalnya Repo Syariah.