Kementerian Perdagangan optimis film animasi Indonesia dapat berperan lebih besar seiring makin tumbuhnya animasi Indonesia di dalam negeri.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor subsektor film, video, fotografi, dan animasi pada tahun 2010 baru mencapai Rp 595 miliar, namun dalam waktu kurang dari tiga tahun terus mengalami peningkatan, hingga pada tahun 2013 nilainya telah mencapai Rp 639 miliar. Hal tersebut membuktikan, potensi animasi Indonesia sangat menjanjikan.
Nah, untuk terus menggiatkan promosi potensi sumber daya dalam negeri di bidang industri kreatif, khususnya animasi, Kemendag mendukung pelaksanaan Baros International Animation Festival (BIAF) 2015 yang akan diselenggarakan pada 7-10 Oktober 2015.
“Dengan kegiatan seperti BIAF ini, Pemerintah optimistis ke depan dunia animasi Indonesia akan tumbuh semakin besar sehingga kebutuhan impor film, video, fotografi, dan animasi makin berkurang,” ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Nus Nuzulia Ishak pada peluncuran BIAF 2015 di kantor Kemendag, Jakarta, tadi siang (22/6).
Nus Nuzulia lalu menjelaskan, potensi pasar animasi di Indonesia makin besar. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk 253 juta jiwa dengan kelas menengah mencapai 30% dan rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1% dalam 10 tahun terakhir.
Selain itu, pertumbuhan pasar industri media dan hiburan Indonesia juga sangat pesat dimana terdapat 826 layar bioskop, 13 terrestrial TV, 12 networking TV, dan 20 TV berbayar.
“Perhelatan BIAF ini perlu terus didorong demi meningkatkan daya saing hasil karya animasi anak bangsa di level lokal dan internasional sehingga dapat memajukan perekonomian nasional, sekaligus berkontribusi terhadap peningkatan ekspor Indonesia,” tegas Nus Nuzulia.
Menurut Nus Nuzulia, sejauh ini berbagai film animasi karya anak bangsa juga sudah ditayangkan di sejumlah stasiun televisi Indonesia, seperti film “Keluarga Somat” dan “Petok Si Ayam Kampung” di Indosiar, “Si Entong” dan “Adit & Sopo Jarwo” di MNC TV, serta “Kiko” di RCTI. Bahkan, banyak juga yang telah mendapatkan penghargaan internasional, seperti film “Tatsumi”, “Battle of Surabaya”, “the Escape”, dan belum lagi film animasi yang diunggah di Youtube dan saat ini sedang terkenal, yaitu “Lakon Pada Suatu Ketika” (Transformer versi Indonesia).
“Permintaan produk animasi di dalam negeri sangatlah besar. Tidak hanya di dalam negeri, permintaan produk animasi di pasar luar negeri bahkan jauh lebih besar dengan nilai keuntungan yang sangat menjanjikan,” lanjut Nus Nuzulia.
Selain itu, Nus juga menambahkan bahwa kekayaan alam dan budaya yang luar biasa di Indonesia dapat menjadi inspirasi kreatif dalam menciptakan karya animasi, karena memberikan keunikan yang membedakannya dengan produk animasi negara lain.
“Pertumbuhan jumlah animator yang berkualitas, bertambahnya jumlah studio animasi, dan berkembangnya komunitas-komunitas animasi di Indonesia saat ini, menunjukan sumber daya kreatif animasi di Indonesia sudah mulai berkembang mewarnai industri kreatif Indonesia,” demikian ujar Nus Nuzulia Ishak – Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag .
Pada tahun 2014 lalu, BIAF sukses dihadiri 6.000 pengunjung dan diikuti 48 partisipan yang terdiri dari 25 studio animasi Indonesia, 5 perguruan tinggi, serta 18 studio games dan komik Indonesia. Para pembicara yang dihadirkan ialah beberapa profesional animasi Indonesia, bahkan ada pula yang telah bekerja di studio animasi San Fransisco dan Singapura. Hadir pula pembicara internasional dari Prancis, Singapura, Malaysia, Iran, Selandia Baru, Jerman, dan Filipina.
BIAF tahun ini merupakan penyelenggaraan yang ke-3 kalinya dengan mengangkat tema “One Motion for Million Frame”, yang berarti diharapkan penyelenggaraan BIAF dapat menjadi pintu gerbang bagi animator Indonesia untuk bersaing ke pasar global.

