Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Robert Blake mengaku tidak mengetahui jumlah pemeluk agama Islam di negaranya. Namun Islam adalah agama yang pertumbuhannya paling pesat

Blake mengatakan pertumbuhan agama Islam di AS sangat pesat. Penerimaan warga AS kepada umat Muslim juga baik, termasuk pemberikan kebebasan bagi komunitas Muslim untuk beribadah di ruang-ruang publik.
“Islam adalah agama yang pertumbuhannya paling pesat di Amerika. Di negara bagian besar seperti Texas, Islam menjadi agama yang pertumbuhannya paling pesat, bahkan menjadi agama terbesar kedua di sana,” kata Blake, dalam diskusi bertajuk “Kehidupan Muslim di Amerika dari Sudut Pandang Jurnalis Indonesia”, di pusat kebudayaan AS @amerika, Jakarta, Kamis (9/7).
Menurut Blake, Islam adalah negara yang diterima secara luas dan dihormati. Meskipun pertumbuhan Islam pesat di AS, tidak ada fasilitas khusus untuk Muslim di AS. “Kita tidak ada fasilitas khusus untuk Muslim di AS, kami perlakukan mereka sama dengan warga negara yang lain diberikan kebebasan beribadah,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, bahwa AS juga bertanggungjawab untuk menerima imigran dari seluruh dunia termasuk imigram Muslim Rohinga. Tidak hanya penampung, warga Rohinga juga diberikan bantuan untuk memulai sebuah kehidupan yang baru di AS. Pemerintah AS juga menampung pengungsi Somalia yang beragama Islam.
Blake menuturkan, komunitas Muslim di AS justru merasa terkesan dengan perlakuan masyarakat AS. Perlakuan komunitas Muslim di AS tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Baik AS maupun Indonesia sama-sama negara besar yang modern, majemuk dan toleran. “Tradisi masyarakat Muslim sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Amerika,” tukasnya.
Dalam diskusi kemarin ditayangkan program dari salah satu stasiun televisi swasta berjudul Muslim’s Traveller yang mengisahkan dua segmen yaitu komunitas Somalia yang menetap di Minneapolis dan komunitas Muslim Indonesia di Washington DC.
Pada kesempatan yang sama, mantan jurnalis Tempo, Ahmad Faudi, mengaku merasa lebih relijius saat berada di AS untuk menempuh pendidik master di George Washington University. “Saya terkesan dengan perlakukan setara dari pemerintah dan warga Amerika kepada komunitas Muslim,” ujarnya.
Ahmad pun mencontohkan, kampusnya memiliki sebuah mushalla untuk shalat bagi mahasiswa. Bahkan kampus tersebut juga mengizinkan sebuah gereja di dekat kampus untuk dipakai tempat shalat Jumat. ”Begitu jauh kita dari akar kita dan menjadi minoritas (Muslim), kita akan merasakan identitas kita lebih serta lebih seimbang dan terbuka pikirannya,” tegasnya.

