Cegah Inflasi Pasca Lebaran, BI Rate Masih Tetap 7,5%

[sc name="adsensepostbottom"]

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) baru-baru ini di Jakarta memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%.

bank-indonesiaMenurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI – Tirta Segara, keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan 2016.

“Bauran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten tetap diarahkan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif,” tegas Tirta Segara.

Selain itu, lanjut Tirta Segara, BI juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga mendukung upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyek-proyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.

Menurut Tirta Segara, pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian. Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat.

Meski terdapat indikasi awal perbaikan, secara umum perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Sejalan dengan itu, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut.

Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh. Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani.

“Perekonomian dunia yang bias ke bawah berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual. Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi,” demikian Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI – Tirta Segara.