Demi memperkuat posisinya di industri keuangan syariah global, regulator Brunei Darussalam berencana menerbitkan sukuk berjangka panjang. Selain itu, bank syariah Brunei pun berupaya memperluas bisnisnya ke kawasan regional, termasuk Indonesia.

Berdasar laporan Dana Moneter Internasional yang diterbitkan pada Juni lalu, Brunei telah meningkatkan komitmennya untuk mereformasi pasar keuangan dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dengan mengembangkan biro informasi kredir dan meluncurkan sistem pembayaran nasional dan settlement. Arsitektur keuangan yang sedang berkembang itu dinilai akan semakin meningkat dengan hadirnya sukuk bertenor jangka panjang dan likuid. Baca: Repo Syariah Jadi Alternatif Solusi Likuiditas Bank Syariah
Dilansir dari Oxford Business Group, Senin (3/8), Autoriti Monetari Brunei Darussalam telah mengeluarkan pernyataan bahwa sukuk berjangka panjang akan diterbitkan dalam waktu dekat di masa mendatang. Terakhir kalinya penerbitan sukuk di Brunei adalah sukuk ijarah pada Mei 2015 senilai 73,1 juta dolar AS dengan tenor 182 hari. Dengan demikian, nilai outstanding sukuk negara sekitar 511,5 juta dolar AS.
Menurut Global Islamic Finance Report, pada 2020 Brunei akan menjadi salah satu dari enam negara yang memiliki pangsa pasar keuangan syariah lebih dari 50 persen. Saat ini industri perbankan syariah Brunei punya pangsa 45 persen dari total industri perbankan nasional. Diperkirakan pangsa pasar perbankan syariah Brunei akan mencapai 50 persen dalam 2-3 tahun ke depan. Baca Juga: Manajemen Zakat Brunei Darussalam
Selain itu, bank syariah Brunei juga sedang melirik ekspansi ke negara lain. Managing Director Bank Islam Brunei Darussalam (BIBD) Javed Ahmad, mengatakan pihaknya berencana memperluas bisnisnya ke kawasan regional. “Malaysia dan Indonesia menawarkan peluang pertumbuhan yang menjanjikan,” ujarnya. Kini BIBD mencatat pangsa pasar sekitar 75 persen dari total aset perbankan syariah Brunei.

