Pelaku bisnis di Indonesia sudah saatnya menaruh perhatian besar untuk mengintegrasikan usahanya dengan kemajuan teknologi.

Menyitir hasil studi literatur Kamar Dagang dan Industri (Kadin), William Henley mengungkapkan, pengurangan biaya logistik sebesar 5 persen sesungguhnya sudah dapat memberikan efek yang sama dengan peningkatan pendapatan sebesar 25 persen terhadap keuntungan perusahaan. Riset biaya logistik 2015 dari Kadin, kata dia, terlihat fakta bahwa biaya logistik di Indonesia saat ini mencapai 24 persen dari total produk domestik bruto (PDB) atau senilai Rp 1.820 triliun per tahun
”Jika melihat komponen biaya dalam operasi suatu industri, biaya logistik merupakan komponen biaya terbesar kedua setelah pembelian bahan, barang, dan jasa,” jelas William.
William menilai terobosan startup entrepreneur berbasis aplikasi seperti yang sudah ditunjukkan oleh GoJek maupun Grab Bike menjadi contoh yang patut diapresiasi. Keduanya mampu menuangkan ide kreativitas dalam menciptakan platform baru untuk mempertemukan secara direct antara ojek dan pelanggan.
”Melalui startup entrepreneur tersebut kita sudah diajak untuk belajar bagaimana sebuah usaha dan perekonomian membutuhkan kebijakan bersifat inklusif. Dalam hal ini, sesuai karakteristik perkembangan teknologi, supply dan demand dipertemukan secara lebih efektif dan efisien,” kata William yang juga mengembangkan LokaMedia, situs dan aplikasi Android sebagai wadah promosi bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Menurut William, Indonesia memiliki kemampuan untuk membangun sistem logistik yang efesien. Namun saat ini lebih dibutuhkan tekad dan komitmen yang besar. ”Di sinilah pemerintah harus bisa menjadi stimulan. Sebelum pihak swasta atau pihak asing yang turun tangan, sudah semestinya pemerintah berperan lebih maksimal,” demikian tutup William Henley.

