Suatu pagi di pertengahan 2012, M. Deden Ridwan baru keluar dari melepas hajatnya, seketika terdengarnya berita kilat, Dahlan Iskan tidak punya sepatu buat ke sekolah saat SD hingga SMP. Sebagai pekerja kreatif, akalnya berputar, ide pun muncul untuk menuliskan kisah itu dalam novel.
[su_lightbox type=”image” src=”https://googledrive.com/host/0B8EsnUbZrkLUaDlUTTBNSmczQlk/sepatudahlan.jpg”][su_button] Lihat Posternya [/su_button][/su_lightbox]
Demikian penuturan pemimpin Noura Book—salah satu lini penerbit Mizan—itu dalam peluncuran dan jumpa penggemar dengan pemain film “Sepatu Dahlan”, di dalam rangkaian acara Islamic Book Fair 2014 di Istora Gelora Bung Karno, Jumat 7 Maret.Film tersebut dibuat berdasar novel berjudul sama yang ditulis oleh Khrisna Pabichara. Mengisahkan masa kecil Dahlan Iskan, pejabat menteri BUMN, dan pemilik grup media Jawa Pos, dan berbagai perusahaan. Novel tersebut merupakan bagian dari trilogi pertama. Kedua berjudul “Surat Dahlan”, tentang masa hidup Dahlan sebagai aktifis, merantau, ke Kalimantan, dan mengawali karir sebagai jurnalis. Ketiga berjudul “Senyum Dahlan”, menceritakan pergulatan batin Dahlan dewasa selama membangun bisnisnya, caranya membesarkan perusahaan, jatuh bangunnya menghadapi masalah dengan senyuman.
Khrisna Pabhicara mengatakan, kisah kerja keras Dahlan tersebut dapat dibaca berbagai kalangan, dan memberi inspirasi. Diketahui, rakyat Indonesia banyak yang hidup di garis kemiskinan. “Kemiskinan jika tidak dihayati dengan baik, berbahaya bagi perkembangan anak,” katanya.
Salah seorang produser film, Rizal Rudi Kurniawan mengatakan, pertimbangannya untuk mengangkat kisah itu ke layar lebar berazaskan ekonomi, berupa analisa pasar, sejak novel itu terbit. Laporan dari penerbit dan toko buku ternyata menggembirakan, dalam 6 bulan laku sampai 100.000 eksemplar.
”Ini film murni kita analisa pasar yang sudah dikembangkan oleh Mizan Production,” ucapnya seraya menjelaskan film itu tidak dibiayai sedikitpun oleh Dahlan.
Produser lain yang membiayai, Thamrin Anwar mengatakan, pertama kali membaca novel itu tidak bisa tidur sepanjang malam. “Saya mau membiayai film ini, karena memberikan pelajaran, miskin bermartabat, kaya bermanfaat,” katanya, seraya mengingatkan film itu tidak mengandung unsur politik.
Dahlan mengatakan, mempercayakan penuh novel tersebut, dan tidak turut mencampuri hingga ke filmnya. Dia percaya, karya sastra tidak boleh dicampuri apa-apa. Dia pribadi berkomitmen menamatkan satu novel per bulan, karena novel yang baik mempengaruhi gaya penulisan. Selain itu, karena pertimbangan bergerak di dunia korporasi. “Saya takut kalau saya tidak membaca karya sastra rohani saya kering, menjadi binatang ekonomi, lalu jatuh jadi manusia yang rakus,” katanya.
Meet and Greet dihadiri juga sutradara Benni Setiawan, Kinaryosih sebagai ibunda Dahlan, dan Aji Santosa sebagai Dahlan keci. Filmnya akan tayang di bioskop 10 April 2014.
Teks: Heru Lesmana Syafei
