Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menegaskan bahwa aturan kewajiban advokat bersertifikasi halal belum ada dan bukan domain pihaknya.

Ketua DSN MUI, KH. Ma’ruf Amin, mengatakan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Nomor 33 tahun 2014, hanya diperuntukan untuk produk berupa makanan, minuman, dan produk barang gunaan yang diharuskan halal.
Ma’ruf menegaskan, bahwa UU JPH tidak mengatur mengenai kewajiban sertifikasi halal bagi jasa hukum. Maka atas dasar itu, sertifikasi halal bagi pemberi jasa hukum dalam hal ini adalah advokat bukan menjadi domain DSN MUI. “Aturan yang mewajibkan pemberi jasa hukum bersertifikasi halal dari DSN MUI juga belum ada,” kata Ma’ruf kepada MySharing, di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (12/1). Baca: RUU JPH Tidak Bahas Jasa Hukum.
Namun demikian, kata dia, jika ada seorang advokat yang secara sukarela ingin mengajukan sertifikasi ke DSN MUI, ya dipersilahkan. Tapi memang, tegasnya lagi, itu belum ada aturan kewajibannya, sifatnya masih sukarela.
Ma’ruf pun mencontohkan, seperti notaris. “Notaris syariah sudah ada pendidikannya, tapi aturannnya belum kalau notaris syariah itu harus syariah atau bersertifikasi halal. Begitu juga dengan pengacara,” ungkapnya. Baca: DPR: Advokat Bersertifikasi Halal, Mengukur Halalnya Sulit.
Menurutnya, pembicaraan mengenai aturan kewajiban pemberi jasa hukum untuk bersertifikasi halal ini belum ada kelanjutan pembahasannya. Meski begitu, diharapkan ke depan aturan mengenai kewajiban bagi advokat untuk bersertifikasi halal bisa segera direalisasikan.
[bctt tweet=”Notaris syariah sudah ada pendidikannya, tapi kewajiban dia harus bersertifikat halal belum ada “]
“Mungkin nanti akan ada aturan dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ya mungkin kalau syariah itu konsultan, notarisnya akan diatur. Tapi sampai sekarang belum diatur, harus diberi pemahaman dulu. Karena kalau tidak menguasai syariah, bagaimana dia mau menyelesaikan masalah atau persoalan hukum klainnya,” tukas Ma’ruf. Baca: PERARI Pertanyakan Advokat Halal?

