Tahu => Paham => Langkah Nyata

[sc name="adsensepostbottom"]

Sebelum panjang lebar berkata-kata, ada baiknya kita tilik arti kata “masyarakat” dan “iklim”.

kantongplastik
Kantong plastik berbayar di Inggris. Foto: Rosi Meilani

Menurut KBBI, yang dimaksud dengan masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Sedangkan iklim, artinya: keadaan hawa (suhu, kelembapan, awan, hujan, dan sinar matahari) pada suatu daerah dalam jangka waktu yang agak lama (30 tahun) di suatu daerah.

Saya jaring kata masyarakat ini sebagai masyarakat Indonesia. Sedangkan mengenai perubahan iklim, pastinya dengan apa yang kita rasakan sekarang, anda bisa menyimpulkannya sendri bagaimana kondisi bumi kita saat ini.

Bagi anda yang seumuran saya, 40 tahunan, atau lebih, pastinya masa kecil anda masih dilingkup iklim yang adem ayem. Jika anda pernah tinggal/berkunjung ke Bandung pada tahun 80’an dan masa sebelumnya, pasti anda masih bisa merasakan Bandung yang sejuk dan menyegarkan, jiwa dan raga.

Sekarang? jangan tanya! Jalanan Kota Bandung telah dipadati monster-monster penyembur emisi karbon dioksida perusak bumi. Tentunya muntahan hasil olah Bahan Bakar Fosil (BBF) tersebut berhasil mencipta polusi udara yang menyesakkan nafas. Dampak negativ lainnya? Tentu saja hawa panas yang tak terelakkan. Itu Bandung, apalagi Jakarta?

Tahu saja tidak cukup
Saya yakin, hampir semua masyarakat Indonesia pernah mendengar, bahkan mungkin, sebagian darinya sudah paham dengan kata-kata berikut ini: Global Warming, Efek Rumah Kaca, bumi makin panas, climate change, gletser di kutub utara terus mencair, illegal logging, hutan gundul, sumber mata air dan air tanah dalam (artesis) debitnya makin menyusut, bencana kekeringan, tapi anehnya bencana banjir tak kalah banyak. Masih segar ingatan kita ketika Ibu Kota lumpuh akibat banjir kan? Juga masalah limbah industri, polusi udara, polusi air dan polusi tanah.

Baca selengkapnya di sini.