Pedagang fesyen di salah satu pusat perbelanjaan modern di Jakarta. Foto: Varia.id

Tantangan Industri Fesyen Indonesia

[sc name="adsensepostbottom"]

Industri fesyen Indonesia dinilai masih memiliki sejumlah tantangan untuk masuk ke pasar internasional.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengungkapkan, banyak UKM dan kerajinan tradisional di daerah yang bisa ditampilkan atas nama Indonesia, tetapi masih ada masalah yang mengganjal. “Yang jadi masalah bukan hanya mutu tapi masalah teknis, karena itu bersama-sama kita harus memberi solusi agar produk Indonesia bisa diangkat menjadi produk yang dikenal dan diminati dunia internasional,” katanya, Kamis (10/3).

Menurutnya, pasar Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pun harus dapat disikapi dengan arif dan bijaksana. Untuk memanfaatkan pasar Asia Tenggara agar diisi dengan anak Indonesia, maka perlu dukungan untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha. “Untuk membangun kekuatan daya saing perlu upaya kita semua untuk menjebol penghalang kemajuan dan membangun daya pikir dan gaya hidup yang bisa membawa kemajuan Indonesia,” ujar Puan.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengharapkan desainer Indonesia dapat menggarap pangsa pasar Indonesia yang tercatat sebesar 40 persen di Asia Tenggara. “Minimal itu bisa dikuasai Indonesia melalui desainer kreatif yang mengangkat nilai lokal budaya Indonesia karena mereka pasti mengerti rasa dan nilai budaya Indonesia,” katanya.

Ia tak menampik mengekspresikan budaya menjadi suatu tantangan bagi desainer untuk merancang sebuah karya yang mengangkat nilai budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke. “Kalau berbicara MEA harus mempunyai semangat bagaimana Indonesia menjadi pusat fesyen internasional karena itu pangsa pasar harus dipenuhi dengan desainer kreatif yang mengangkat nilai budaya,” ujar Puspayoga.

Sementara, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan selama ini standarisasi ukuran di industri fesyen masih berbeda. “Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian melakukan kerja sama dengan pelaku industri dengan memberikan bantuan peralatan atau membuat standarisasi ukuran. Bersama dengan Badan Ekonomi Kreatif kami terus mendorong agar industri fesyen berkembang,” jelasnya.

Di sisi lain, Presiden Indonesia Fashion Week Poppy Dharsono mengakui dukungan pemerintah sudah banyak, tetapi belum terintegrasi. “Seperti standarisasi belum ada, khususnya di daerah-daerah, sehingga teknisnya perlu diperbaiki menjadi lebih baik untuk bisa masuk pasar nasional dan internasional,” imbuhnya.

Menjadi tugas Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pulalah, lanjutnya, untuk dapat meningkatkan kualitas desainer Indonesia menjadi lebih baik. “Caranya dengan memberikan bimbingan teknis, desain dan administrasi, serta memberikan akses ke dunia perbankan,” tukas Poppy.

[bctt tweet=”Pasar fesyen Indonesia mencapai 40% di Asia Tenggara”]

Terkait persaingan dengan negara lain, menurut Poppy, desainer Indonesia memiliki karakter mendasar tentang menciptakan fesyen dengan basis budaya Indonesia. “Sehingga bagi kami kunci utamanya bukanlah bersaing dengan Thailand, Malaysia, Cina atau Jepang, melainkan kami saling melengkapi,” pungkasnya.