Tak cukup sekadar bicara, produk keuangan syariah harus dibawa ke masyarakat, ditawarkan. Ini lesson learned pemasaran produk keuangan syariah.
Bahkan sampai sekarang pun, kita masih sering berjumpa promosi seminar tentang ekoonomi dan keuangan syariah. Dari yang level anak kampus hingga kementerian. Dari yang diadakan di ruang kelas kampus hingga hotel dan gedung serba guna kementerian.
Kenyataannya, dari sekian banyak nasabah produk keuangan konsumer di Indonesia, hanya 11% yang mengaku sepakat dengan keuangan syariah dan memahaminya. Dari jumlah itu, hanya 6% yang memakai dan atau berencana memakai produk keuangan syariah. Hal ini dikatakan Dr. Mulya Siregar, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam panel diskusi Launching of Islamic Finance Country Report for Indonesia (IFCR), di Jakarta, Jumat (11/3).
[bctt tweet=”Tidak bisa sekadar bicara, produk #KeuanganSyariah harus dibawa ke masyarakat!”]
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menginisiasi berbagai program pemasaran, khhususnya edukasi dan sosialisasi keuangan syariah kepada masyarakat. Namun, belum juga menunjukkan hasil yang signifikan. “Kami memiliki tim khusus yang bertugas meningkatkan awareness keuangan syariah di masayarakat, salah satu kegiatannya adalah iB Vaganza”, kata Mulya. Namun, dari evaluasi, kegiatan pameran itu, juga dari banyak seminar yang dilakukan, belum signifikan meningkatkan awareness masyarakat terhadap keuangan syariah.
“Lalu kami melakukan penelitian lagi, ternyata kita tidak bisa sekadar bicara, kita harus membawa produknya. Tidak cukup dengan seminar, dibutuhkan bagi kita untuk mendekati konsumen, datang langsung”, kata Mulya. Oleh karenanya tak heran, jika OJK bersama industri keuangan syariah pun menggelar pameran di kampus-kampus dan mal. Pada 3-6 Maret 2016, digelarlah Keuangan Syariah Fair 2016 di Gandaria City, Jakarta Selatan.
Sementara di kesempatan yang sama, Dr. Pungky Sumadi, Staf Ahli Badan Perencanaan Nasional (Bapennas), sepakat dengan yang diutarakan Dr. Mulya Siregar. Dr. Pungky mengambil contoh pemasaran sukuk ritel.
Sukuk ritel ada sejak beberapa tahun lalu, “Namun investornya masih terbanyak di kota besar. Perlu lebih banyak mengapa investor di daerah. Saya setuju dengan Pak Mulya, kita perlu strategi pengembangan awareness yang tepat”, kata Dr. Pungky.
Dari sisi industri, Pandji P.Djajanegara, Kepala Unit Usaha Syariah (CIMB Niaga), awareness dikembangkan sejalan dengan peningkatan kapasitas pelaku industrinya. Dalam hal ini, awak perbankan syariahlah yang mestinya jauh lebih paham dulu, tentang keuangan syariah dan bagaimana cara mengedukasi masyarakat tentang keuangan syariah.
Oleh karena itu, menurutnya di CIMB Niaga sendiri, rutin diadakan training untuk peningkatan kapasitas karyawan ini.
[bctt tweet=”Bappenas: Perlu strategi pengembangan awareness #KeuanganSyariah yang tepat”]
Hal lain yang tak kalah penting menurut Pandji, peningkatan kapasitas bisnis bank syariah. Ia memuji bahwa OJK telah berhasil membantu pemindahan dana haji dari bank konvensional ke syariah. Namun, ia juga berharap, dana BUMN bisa disimpan juga di bank syariah.

