BANJARNEGARA, JATENG, 23/1 - PERAJIN POCI. Seorang perajin menyelesaikan proses pembuatan poci yang terbuat dari tembikar dan biasanya digunakan untuk menyeduh teh, di sentra kerajinan keramik Usaha Karya di Desa Purwareja Klampok, Klampok, Banjarnegara, Sabtu (23/1). Perajin keramik di sekitar wilayah Purwareja Klampok, Banjarnegara, yang merupakan pemasok poci terbesar se Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 30.000 set per bulannya merasa terancam mengadapi persaingan dengan produk China dan meminta pemerintah secepatnya mengatur regulasi yang melindungi industri tersebut. FOTO ANTARA/Idhad Zakaria/ss/NZ/10

Reformasi Perizinan Usaha di Daerah Masih Terhambat Regulasi Pusat

[sc name="adsensepostbottom"]

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mencatat upaya reformasi perizinan usaha di daerah masih terhambat regulasi pemerintah pusat.

Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng.
Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng.

Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng, mengatakan, upaya melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, khususnya pada era desentralisasi atau otonomi bukanlah hal mudah. Efisiensi usaha masih sebatas harapan ketimbang kenyataan, lebih-lebih bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM).

“Ketika berurusan dengan otoritas negara, maka rezim perizinan, regulasi dan pungutan kerap menghantui bahkan sedari awal memulai usaha atau starting a business. Tak heran, meski naik beberapa poin, tapi peringatan kemudahan berusaha di Indonesia masih di urutan 109 dari 189 negara,” papar Endi dalam Forum Diskusi Investasi KPPOD dan British Embassy Jakarta bertajuk “Penyederhanaan Perizinan Usaha di Daerah, di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (17/3).

Sedangkan lanjut Endi, peringkat dalam memulai usaha justru turun peringat dari 163 pada 2015 ke 173 pada 2016, dengan rata-rata proses memulai usaha ini membutuhkan 13 prosedur dan menempuh waktu rata-rata 47,80 hari. “Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia tertingal jauh dari negara-negara tetangga di era integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” kata Endi.

Menurutnya, terbitnya paket-paket kebijakan ekonomi pemerintah bias menjadi momentum buat berbenah diri. Deregulasi dan debirokratisasi menjadi instrument utama pelaksanaan paket-pekat tersebut.

Terkait daerah, tegas Endi, pihaknya  masih menunggu  langkah pemerintah dalam mendesain perubahan dan mematok target perbaikan regulasi. Namun, tentu target itu tidak bisa hanya dialamatkan kepada pemda, tapi juga pemerintah pusat sendiri. Karena sejalan hasil diskresi daerah, banyak jumlah jenis izin daerah saat ini justru karena masih diatur bahkan diwajibkan oleh regulasi nasional.

Oleh karena itu, lanjut dia, KPPOD merekomendasikan perlunya langkah penghapus, menggabungkan, menyederhanakan, dan melimpahkan sejumlah regulasi nasional terkait perizinan. Seperti menggabungkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIU) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), hapuskan izin gangguan(HO), menyederhanaan pengurusan IMB, dan menyederhanakan SKDU (Surat Keterangan Domisili Usaha).