Taufik Ismail dan Nabila Lubis, saat membacakan puisi "Palestina Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu", pada konferensi ICIM, di auditorium Adhyana Wisma Antara, Jakarta, Rabu (25/5). foto:MySharing.

Suara Syahdu Taufik Ismail Getarkan Konferensi ICIM

[sc name="adsensepostbottom"]

Sontak hati  peserta konferensi International Conference of Islamic Media (ICIM)   tercabik merasakan pilu derita Palestina.

Taufik Ismail, penyair terkemuka Indonesia membacakan puisi ”Palestina Bagiamana Aku Bisa Melupakanmu,” pada perhelatan ICIM di auditórium  Adhyana Wisma Antara, Jakarta, Rabu (25/5).

”Saya ciptakan puisi ini sekitar 27 tahun lalu, tentang bagaimana hati kita tertuju pada Palestina, Masjil Al-Aqsha,” kata Taufik sebelum membacakan puisi.

Dihadapan ratusan peserta dengan suara syahdu penuh penghayatan, budayawan kelahiran Bukit Tinggi, Sumatera Barat ini membaca puisinya  didampingi  Prof. Nabila Lubis yang menerjemahkannya dalam bahasa Arab.

Palestina, Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu!

Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamar tidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.

Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam fail lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.

Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua. Serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi air mataku.

[bctt tweet=”Palestina, Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu!” username=”my_sharing”]

Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya. Siapakah yang tidak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia juga yang dizalimi oleh mereka. Tap-tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka.

Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta. Jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kamipun memancar ke atas,  lalu meneteskan guratan kaligrafi ‘Allahu Akbar!’ dan ‘Bebaskan Palestina!’

Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta, menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara, membangkangi resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia, membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat, Ahmad Yassin dan semua pejuang negeri Anda.

Aku pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalah ‘la quwwatta illa billah!’

Palestina, Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu!

Tanahku jauh, bila diukur kilometernya, beribu-ribu. Tapi-tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu, serasa terngiang-ngiang di telingaku.

Dari pantauan MySharing, beberapa peserta yang hadir terlihat  mengusap air mata karena tersyahdu butiran puisi yang mencabik hati mereka merasakan derita Palestina. Bahkan, Nabila Lubis yang berdiri di samping Taufik,  berkali-kali suaranya tersendat merasakan perih Palestina.