Pilihan desain busana muslim yang beragam di Indonesia populer di kota-kota besar di Timur Tengah.

Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fajar Hutomo menuturkan jika berbicara mengenai gaya hidup muslim ada tiga hal yang terkait sangat erat, yaitu fashion, food dan finance. “Dari makanan food halal sangat besar dan perlu terus didorong dan dikembangkan, salah satunya untuk wisata halal kita,” katanya disela-sela Milad BRI Syariah ke-8, Kamis (17/11).
Sementara, di industri fesyen, Bekraf punya program kerja dengan tagline “2020 Indonesia sebagai Pusat Fesyen Muslim Dunia”. Menurutnya, ada dua alasan mengapa Indonesia berambisi untuk mencapai target tersebut. Pertama, potensi pasar fesyen muslim yang begitu besar hingga di negara minoritas muslim seperti Eropa.
“Baju muslim kita juga digunakan sebagai pakaian musim dingin karena bentuknya yang menutup sehingga hangat. Ini menjadi potensi sangat besar dan sudah mulai diterima. Beberapa waktu lalu kami mengirim tim ke London Fashion Week untuk mendukung desainer muslim kita. Dalam waktu tiga hari kami menbuat sale di department store di London itu sold out,” cetus Fajar.
Kedua, jika berbicara lifestyle fesyen di Indonesia kebanyakan mengenal Japanese style (J-Style) dan Korean style. Namun, menurut Fajar, di kota-kota besar Timur Tengah seperti Jeddah, Dubai dan Doha mengenal J-Style yang berbeda. “Beda dengan kita yang mengenal J-Style sebagai Japanese Style, di sana sebagai Jakarta Style karena cara berpakaian muslimah Indonesia yang memang berbeda, lebih modis, dan pilihannya beragam,” tukasnya.
Dengan potensi tersebut, tambah dia, ini merupakan potensi luar biasa yang sangat sayang untuk dilewatkan bila tidak diperhatikan dan digarap serius. “Dengan kekayaan budaya beragam tentu ini bisa berjalan berdampingan. Kami tidak ingin tergantung pada ekonomi komoditas tapi ingin mengembangkan ekonomi berbasis sumber daya manusia, dimana Indonesia punya potensi luar biasa,” tandas Fajar.

