Ilustrasi

Ini Pengaruh Amerika dan Tiongkok Terhadap Ekonomi Indonesia!

[sc name="adsensepostbottom"]

Pada 2017 perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh antara 5,1-5,3 persen.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, pada 2017 perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh antara 5,1-5,3 persen. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, ada beberapa resiko yang perlu diperhatikan karena mungkin atau masih terjadi.

“Pertama, resiko global kita akan fokus kepada Tiongkok dan Amerika. Ada optimisme di tahun pertama Trump akan baik, karena adanya pemimpin baru mendorong optimisme di pasar, dengan perkiraan akan tumbuh dua persen, sementara Tiongkok diperkirakan akan tumbuh 6,3 persen dibanding 6,6 persen,” ujarnya dalam Diskusi Ekonomi, Politik dan Keamanan Dalam Negeri dalam rangka Perencanaan Strategi Bisnis 2017, Kamis (15/12).

Ia menjelaskan, dengan tampuk kepresidenan Amerika kini dipegang Partai Republik maka peran pemerintah tak akan terlalu banyak karena cenderung menyerahkan pada sektor swasta. Perdagangan Amerika Serikat juga akan lebih proteksionis. Bambang memperkirakan, jika resiko pertumbuhan Amerika dan global tidak sebaik yang diperkirakan, dan investasi menurun maka itu akan mempengaruhi produk domestik bruto Indonesia.

“Pertumbuhan ekonomi tidak menjadi lebih cepat dari perkiraan. Dibanding kondisi pertumbuhan 5,1-5,3 persen, kalau yang terjadi di Amerika tidak tumbuh cepat seperti yang dibayangkan maka produk domestik bruto bisa tumbuh lebih rendah karena investasi Amerika di Indonesia akan menurun,” paparnya.

Sementara, lanjut dia, dampak proteksionisme Amerika ke Indonesia pun sangat kecil. “Yang jadi masalah kalau Amerika proteksionis terhadap Tiongkok, itu akan berpengaruh ke Indonesia karena Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Risiko dari Tiongkok menjadi concerned karena Tiongkok adalah partner utama Indonesia dan motor pertumbuhan ekonomi global. Saat ini isu terbesar di Tiongkok adalah besarnya utang swasta, khususnya utang BUMN,” ujar Bambang.

[bctt tweet=”Isu terbesar di Tiongkok adalah besarnya utang swasta” username=”my_sharing”]

Ia memaparkan, Tiongkok pun kini sedang melakukan moderasi pertumbuhan ekonomi by design karena selama tumbuh double digit, negara tersebut terus mengandalkan investasi. “Itu hal bagus, tapi problemnya dengan investasi terus menerus selama 20 tahun ada masa dimana ekonomi kepanasan, overheating dan over investment. Oleh karena itu, pemerintah Tiongkok membiarkan perekonomian melambat, tapi tidak di bawah enam persen,” jelasnya.