(Dari Kiri): CEO Bluebells Wisata Internasional Rudioni Kusuma, CEO Pachira Group Mukhlis Bahrainy dan EVP Head of Syariah Sales and Distribution CIMB Niaga Diah Rahma Paramaiswari menjadi pembicara dalam diskusi ISMI, Jumat (10/3). Foto: MySharing

Ini Peluang Bisnis di Agroindustri!

[sc name="adsensepostbottom"]

Sebagian besar kebutuhan domestik masih dipenuhi dari impor.

Chief Executive Officer Pachira Group Mukhlis Bahrainy mengatakan, sampai saat ini agroindustri di Indonesia belum berkembang seperti negara maju. Padahal, kebutuhan domestik sangat besar. Ia menyontohkan, pabrik cabai di Jabodetabek saja membutuhkan 150 ton cabai setiap bulan. Kebutuhan cabai pun akhirnya diisi dengan impor.

“Berbicara agroindustri, bicara pula soal supply chain. Untuk pertanian supply chain ini penting karena kalau pertanian itu musiman dan hasil panennya mudah rusak, karena itu pabrik harus dekat dengan sumber produksi,” ujarnya dalam Diskusi Peluang Bisnis dan Investasi Potensial yang diselenggarakan Ikatan Saudagar Muslim Indonesia, Jumat (10/3).

Ia menuturkan, setidaknya ada sejumlah industri yang bisa dibangun dengan menggunakan hasil pertanian, seperti industri bahan makanan, agroindustri dengan pengolahan setahap, dan industri food addictive. “Industri penunjang agro hanya 100-200 buah di Indonesia jadi peluangnya besar,” tukas Mukhlis.

Di sisi lain, masih banyak pula peluang bisnis agroindustri yang bisa dijajaki karena untuk memenuhi kebutuhan domestik hingga kini masih impor. “Peluang bisnis agroindustri yang berbasis bahan baku melimpah, ada food and oil misalnya kita belum bisa buat cocoa butter yang melting pointnya mendekati coklat sehingga bisa mensubstitusi lemak coklat lebih dari 50 persen, baru 30 persen saja. Selain itu, krimer juga umumnya masih impor padahal buatnya simpel,” jelasnya.

Peluang bisnis lainnya di food and ingredient adalah daging dan telur, sugar and root products, kopi dan coklat, singkong dan produk kedelai. “Di Indonesia, kedelai hanya diolah menjadi tahu tempe, padahal ada kekurangan di soybean protein karena kita masih impor. Kemudian, pasta tomat kita impor 3000 ton setahun padahal bikin pasta tomat itu sederhana,” cetus Mukhlis.