Zakat mengokohkan semangat persaudaraan dan tolong menolong.
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menuturkan, salah satu cara yang diajarkan Islam untuk menjaga harkat martabat manusia adalah dengan mendekatkan jarak sosial ekonomi dan psikologis antara kaya dan miskin. Menurutnya, keseimbangan dan keadilan ditengah masyarakat pasti akan terganggu sekiranya setiap orang hanya menuntut hak asasi tapi mengabaikan kewajiban dalam hubungan antar manusia.
“Ketentuan syariat Islam adalah kewajiban menunaikan zakat yang kekayaan penghasilannya telah memenuhi syarat, selain memenuhi etos kerja umat dengan cara benar, sekaligus mengokohkan semangat persaudaraan dan tolong menolong yang menembus struktur lapisan masyarakat,” ujar Lukman dalam Konferensi Internasional World Zakat Forum, Rabu (15/3).
Dalam konteks zakat sebagai ibadah dengan harta fungsi sosial, lanjut Lukman, menggambarkan secara konkrit kewajiban manusia untuk memerhatikan dan memberdayakan sesama umat yang kurang beruntung. “Zakat bukan sekedar filantropi yang sukarela tapi kewajiban yang harus ditunaikan dari harta penghasilan muslim dalam kadar nilai tertentu untuk diberikan kepada yang berhak menerima,” jelasnya.
Sementara, etika memberikan zakat akan menjaga keadaban masyarakat, dimana muzakki tidak berhadapan langsung dengan orang miskin sebagai mustahik dalam proses memberi dan menerima zakat. “Seyogianya tidak menimbulkan perasaan riya dan berjasa bagi yang memberi atau sebaliknya rasa rendah diri dan utang budi bagi penerima, maka dalam penyaluran zakat ada amil zakat yang menjadi mediator antara mustahik dan muzakki,” papar Lukman.
Di Indonesia, tren penghimpunan zakat melalui seluruh organisasi pengelola zakat resmi terus meningkat. Tahun ini penghimpunan ditargetkan mencapai Rp 6 triliun atau meningkat 20 persen dari 2016. Jumlah tersebut diharapkan dapat mengentaskan satu persen penduduk miskin di tanah air atau sekitar 280 ribu jiwa.

