Group CEO Dubai Islamic Bank Adnan Chilwan. Foto: Salaam Gateway

Bank Syariah Indonesia Diimbau Tidak Ulangi Kesalahan yang Terjadi di Dubai

[sc name="adsensepostbottom"]

Bank syariah tidak melulu sebagai faith based banking.

Group CEO Dubai Islamic Bank (DIB) Adnan Chilwan menuturkan, industri perbankan syariah global dimulai pada 1965. Ketika itu baru sedikit perusahaan yang memulainya, salah satunya DIB. “Kami pionir di bank syariah dan tidak mengkopi yang lain,” ujarnya.

Sejak itu bank syariah pun menyebar ke negara lain tapi pangsanya masih kecil. Menurut dia, masih banyak yang mengira bahwa bank syariah itu terlalu rumit dan sophisticated. Di sisi lain, banyak pula muncul mitos bahwa bank syariah hanya ditujukan bagi umat muslim saja.

Ia pun ingin meluruskan mitos tersebut. Adnan menilai, praktis ketika keuangan syariah mencoba masuk ke ceruk pasar tertentu dengan mempromosikan pada faith based banking itu tidak benar sepenuhnya. “Bank syariah tidak melulu soal agama atau sebagai faith based banking. Umat muslim telah salah paham soal itu,” katanya.

Ia menambahkan, ketika ada anggapan bahwa hanya muslim yang datang ke bank syariah dan non muslim dilarang datang ke bank syariah, maka disanalah letak kesalahannya. Hal serupa juga terjadi jika hanya memosisikan bank syariah sebagai faith based banking.

“Itu salah dalam memosisikan bank syariah, positioning-nya kurang tepat. Ini kesalahan yang sama di Dubai beberapa waktu lalu tapi kami telah mengubahnya, bahwa bank syariah itu untuk semua orang. Mengapa harus ke bank syariah? Karena kita punya teknologinya, jaringan, dan produk,” papar Adnan.

Ia menyontohkan seperti DIB yang saat ini menjadi bank syariah terbesar di Dubai dan ketiga di dunia. “Dengan aset 50 miliar dolar, itu terjadi karena kami menargetkan semua orang. Jadi kami mengajak semua orang untuk mengubah positioning itu bahwa bank syariah untuk semua orang. Kami tidak akan memanggilnya sebagai model lain, tapi model utama perbankan.,” cetus Adnan.